Sulitnya Jadi Perempuan di Indonesia, Diliputi Kebijakan Diskriminatif
Daftar isi
Jakarta, Kabar Indonesia —
Jadi Wanita di Indonesia sulit. Kalimat ini secara kasar menggambarkan apa yang ditemukan Komisi Nasional Perempuan.
Diskriminasi terhadap perempuan tidak terbatas pada individu saja. Namun banyak juga aturan yang justru mendiskriminasi perempuan.
Komisioner Komnas Perempuan Maria Ulfa Anshor mengatakan saat ini masih banyak peraturan pemerintah, khususnya pemerintah daerah, yang justru mendukung tindakan diskriminasi terhadap perempuan.
“Aturan yang mengklaim melindungi perempuan sebenarnya diskriminatif. Banyak yang kita temukan,” kata Maria saat diskusi media di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Jakarta Pusat, Jumat (25/10).
Pihaknya melakukan analisis tersebut pada tahun 2009 hingga 2023. Selama ini, ditemukan 450 kebijakan pemerintah yang diskriminatif gender. Dari ratusan tindakan diskriminatif tersebut, 65 persen menyasar perempuan.
“Ada berbagai bentuk diskriminasi. Dari yang berkaitan dengan agama, hingga yang berkaitan dengan bentuk tubuh atau seksualitas,” ujarnya.
Maria membagi diskriminasi terhadap perempuan yang terdapat dalam sejumlah peraturan menjadi beberapa kelompok sebagai berikut.
1. Kriminalisasi perempuan
Banyak ketentuan yang bertajuk “Ketentuan Perlindungan Perempuan” justru mengkriminalisasi perempuan. Biasanya, peraturan ini mengatur aktivitas umum yang berhubungan dengan pornografi.
Ada sekitar 101 kebijakan terkait masalah ini.
2. Pengendalian tubuh
Ilustrasi. Masih banyak kebijakan yang justru mendukung tindakan diskriminasi terhadap perempuan. (Kabar Indonesia/Andry Novelino)
|
Kebijakan diskriminasi selanjutnya adalah kebijakan yang mengatur penguasaan terhadap tubuh perempuan. Hal ini biasanya berkaitan dengan dress code.
Setidaknya ada 52 kebijakan mengenai hal ini. Kebanyakan dari mereka mengatur tentang kewajiban memakai pakaian tertentu, bahkan memaksa seseorang untuk berpakaian sesuai dengan ajaran tertentu.
3. Menetapkan batasan agama
Biasanya menargetkan kelompok minoritas. Larangan menganut kepercayaan atau agama leluhur tertentu, dianggap sesat, dan dipaksa menganut agama tertentu. Ada sekitar 32 kebijakan yang mengatur hal ini.
“Di Indonesia banyak sekali agama atau budaya asli yang menyasar kelompok minoritas, yang dianggap sebagai agama yang tidak teridentifikasi kemudian bergabung dengan agama mayoritas,” ujarnya.
4. Pengaturan kehidupan beragama
Seperti halnya pengendalian tubuh, pemeliharaan pada dasarnya mengatur pakaian dan menegakkan jenis ibadah tertentu. Setidaknya ada 11 kebijakan terkait hal ini.
5. Kondisi kerja
Hal ini biasanya berlaku bagi pekerja migran yang perlu meminta izin suaminya. Mereka juga kekurangan perlindungan di tempat kerja. Ditemukan satu kebijakan terkait hal ini.
“Bayangkan, istri atau perempuan ini bekerja sebagai TKI, masih harus memikirkan bagaimana kehidupan anaknya. Kemudian dia menitipkannya pada neneknya. Meski ada suami, aturannya suami tidak wajib mengasuh anak karena itu tugas istri,” ujarnya.
(tst/asr)
[Pict:Kabar Indonesia]
Share this content:
Post Comment