Kala Pria Bicara Vasektomi yang Tak Pernah Jadi Opsi
Jakarta, Kabar Indonesia —
Kontrasepsi Ini bukan hanya urusan wanita. Tetapi vasektomiseolah-olah itu akan selalu menjadi pilihan terakhir bagi pria yang berusaha mengendalikan kehamilan.
Vasektomi atau vasektomi adalah prosedur bedah steril yang melibatkan pemotongan atau pengikatan vas deferens, yaitu saluran di dalam skrotum yang mengeluarkan sperma melalui uretra penis.
Pada dasarnya, vasektomi adalah prosedur kontrasepsi permanen bagi pria yang tidak ingin mempunyai anak lagi.
Namun data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menunjukkan masih sedikit masyarakat yang tertarik menggunakan vasektomi sebagai alat kontrasepsi pria.
Data Sistem Informasi Keluarga BCCBN tahun 2022 menunjukkan 2,2 persen pria menggunakan kondom dan 0,25 persen pria pernah menjalani vasektomi.
Anto (34), pegawai swasta asal Bekasi, Jawa Barat, mungkin salah satu dari sekian banyak pria yang masih “enggan” memilih vasektomi sebagai alat kontrasepsi.
Saat ini Anto dan istrinya mempunyai satu orang anak, berusia 6 tahun. Hingga saat ini belum ada pembicaraan untuk memiliki anak lagi, katanya, namun ia juga belum terpikir untuk menjalani vasektomi.
“Saat ini belum, tapi kalau saya minta vasektomi sekarang, saya tidak mau,” kata Anto. CNNIndonesia.com baru-baru ini.
Anto menegaskan, saat ini dirinya dan istrinya masih dalam masa produktif. Rencana untuk mempunyai anak lagi bisa muncul kapan saja.
Meski demikian, Anto tidak menutup kemungkinan memilih vasektomi ketika dirinya dan istrinya memang sudah tidak ingin memiliki anak lagi.
“Iya kalau sudah dibicarakan dan disepakati berdua kenapa tidak? Masalah kontrasepsi bukan hanya beban istri saja. Jadi apa yang bisa terjadi [vasektomi]”, dia menekankan.
Begitu pula dengan Shofian (30) yang juga enggan menjalani vasektomi yang notabene merupakan alat kontrasepsi permanen. Meski demikian, ia sepakat bahwa keluarga berencana tidak hanya boleh dilakukan oleh perempuan.
Saat ini, ia dan istrinya masih sedang mengandung.
Jika beruntung bisa memiliki anak dan ingin menunda kehamilan keduanya, Shofian pasti akan memilih metode kontrasepsi selain vasektomi.
“Jika sudah mempunyai anak dan tidak ingin mempunyai anak lagi, tetap bisa menggunakan alat kontrasepsi tidak permanen seperti kondom,” ujarnya.
Kiki (39 tahun) juga menolak menjalani vasektomi. Membayangkannya saja sudah membuatnya merasa tidak enak.
“Jangan takut. Jangan khawatir tentang hal itu. [vasektomi] “juga,” kata Kiki. CNNIndonesia.comSelasa (24/9).
Kiki juga khawatir proses vasektomi akan mempengaruhi hormon dan proses lain dalam tubuh yang melibatkan lebih dari sekedar aktivitas seksual.
“Meski aku belum mendengarnya [vasektomi] mempengaruhi aktivitas seksual. Jadi saya tidak tahu soal itu,” imbuhnya. Dia hanya khawatir ada sesuatu yang berubah pada tubuhnya, meski dia tidak tahu pasti.
Meski demikian, bukan berarti Kiki akan melimpahkan beban kontrasepsi kepada istrinya. Ia pun menolak dan tidak tahan jika istrinya harus memasang KB atau rutin mengonsumsi pil KB.
Ketimbang menggunakan metode kontrasepsi seperti vasektomi atau IUD, Kiki lebih memilih cara yang lebih alami dan sederhana. Misalnya saja menggunakan kondom, metode kalender, atau ejakulasi di luar vagina.
Kiki juga sadar betul bahwa metode kontrasepsi alami seperti yang dijelaskan di atas tidak bisa mencegah kehamilan 100 persen. Meski demikian, kata dia, kontrasepsi alami sederhana ini merupakan pilihan paling adil bagi suami istri.
“Bagi saya prinsipnya pemisahan suami-istri harus adil. Tidak perlu ada salah satu pihak yang lebih terbebani, termasuk dalam urusan kontrasepsi,” kata Kiki.
Apalagi, menurut Kiki, kesadaran masyarakat terhadap vasektomi masih tergolong buruk. Tidak semua pria paham betul apa itu vasektomi, termasuk dirinya.
Kiki menilai pemerintah masih belum menggalakkan vasektomi sebagai alternatif kontrasepsi yang tidak hanya diberlakukan pada perempuan.
“Sepertinya hanya orang-orang terinformasi dengan baik Tidak ada yang tahu tentang vasektomi. Coba sampaikan ke masyarakat awam, bisa-bisa mereka bingung,” ujarnya.
Pendapat senada diungkapkan Nanda (30). Ia juga menilai informasi dan sosialisasi mengenai vasektomi masih sangat minim.
“Anak muda seperti saya yang baru menikah tidak tahu banyak tentang itu. [vasektomi]- kata Nanda.
Berdasarkan pengalamannya dalam konseling pernikahan di Kantor Urusan Agama (KUA), misalnya, tidak ada satu pun topik mengenai vasektomi yang diangkat. Pendidikan dalam program keluarga berencana hanya diberikan kepada perempuan.
“Jangan ada alasan kalau programnya terikat [vasektomi] “Itu bertentangan dengan ‘sifat’ manusia sebagai makhluk biologis,” ujarnya.
Saat ini Nanda dan istrinya belum dikaruniai anak. Namun, ia dan istrinya berencana untuk mendaftar di Planned Parenthood di masa depan jika mereka memiliki anak.
Namun, diakuinya, hingga saat ini program KB terencana hanya ditujukan kepada para istri.
“Masalahnya pemahaman kita hanya sebatas keluarga berencana bagi perempuan. Kita tahu tentang vasektomi, tapi kurang jelas,” kata Nanda.
Menurut Nanda, perlu lebih banyak peningkatan kesadaran mengenai vasektomi, tidak hanya membahas manfaatnya tetapi juga konsekuensinya.
Namun jika ke depannya ternyata harus dibebani alat kontrasepsi berupa vasektomi, Nanda mengaku tidak ada masalah.
“Semuanya baik-baik saja, oke? [vasektomi]”, katanya.
(tim/pua)
[Pict:Kabar Indonesia]
Share this content:
Post Comment