Dialektika Tenun di Tengah Dunia Serba Modern


Daftar isi



Jakarta, Kabar Indonesia

Desainer Asha Smara Dara (Oscar Lavalata), Felicia Budi dan zaman Sokamto mencoba membangun dialog dengan Tenun Halaban, Tenun Sobi, dan Tenun Kual. Hasilnya dipresentasikan dalam pertunjukan “Dialektika” yang digagas oleh Cita Tenun Indonesia (CTI).

CTI menggelar pertunjukan di atas panggung Jakarta Fashion Week (JFW) 2025 bertajuk “Dialektika.” Dialektika mengacu pada metodologi mencapai kesimpulan dari dua hal yang bertentangan.

Metode ini menggunakan konsep tesis sebagai landasan awal, sedangkan antitesis digunakan sebagai kontradiksi. “Dialog” antara tesis dan antitesis juga melahirkan sintesis.

IKLAN

GULIR UNTUK MELANJUTKAN ISI

CTI berkolaborasi dengan Asha Smara Darra, Felicia Budi dan Era Sukamto membangun dialog antara tenun sebagai warisan budaya dengan dinamika kehidupan masa kini. Asha dan brand Oscar Lawalata Culture menggunakan tenun songket Halaban asal Sumatera Barat, Felicia menggunakan tenun Sobi Muna dari Sultra, dan Era menggunakan tenun Kual Sambas dari Kalimantan Barat.

Tenun Songket Halaban – Budaya Oscar Lavalata

Asha mengolah tenun songket Halaban menjadi pakaian pakaian siap pakai apa yang sebenarnya'dapat dipakai'. Tersedia berbagai macam atasan berlengan (lengan pendek, lengan panjang, tanpa lengan) dan kerah (leher Vkerah tinggi).

Namun ada satu detail yang hadir di seluruh bagian atas, yaitu bagian tepi bawah yang dipotong kecil-kecil seperti pinggiran.

Tenun songket halaban tidak memerlukan hiasan yang terlalu banyak. Kain ini sudah mempunyai keindahan tersendiri.

Dimensi kain membuat tekstur kain sedikit terangkat. Ukurannya diperoleh dengan menambahkan benang pakan di atas benang lusi dengan cara dipetik.

Di beberapa tempat Lihat Dalam busananya, Asha menyatukan potongan kain di dada hingga membentuk motif geometris.

Selain itu, yang tak kalah menarik adalah warnanya. Tenun songket halaban terkenal dengan warnanya yang “berani”. Namun kali ini warna yang ditampilkan lembut: mint, peach, cream, taupe, dan ungu.

Tenun Bulan Sobi – fbudi




felicia-budi-lewat-jenama-fbudi_169 Dialektika Tenun di Tengah Dunia Serba ModernKoleksi tenun Sobi Muna karya Felicia Budi di Jakarta Fashion Week 2025. (Jakarta Fashion Week/Dandy Hendrata)

Dari suasana santai hingga fashion”dapat dipakai', fbudi, brand besutan Felicia Budi ini mengajak para pecinta fashion untuk bertualang di padang sabana yang dikelilingi hutan. Kesan itulah yang didapat ketika melihat koleksi baju hasil tenun Sobi Muna.

Felicia membawakan tenunan Sobi Moon menjadi sesuatu yang mengesankan ketakutan DAN mencintai kebebasan. Apalagi dalam koleksinya kali ini ia menerapkan gaya tersebut pakaian jalanan melalui siluet celana pendek, mantel, gaun miniblus, rompijaket, celana panjang dan topik.

Warna-warna seperti biru dongker, kuning, merah, krem, oranye, dan hitam membentuk motif geometris. Jika dilihat sekilas, motifnya tampak seperti motif suku khas suku-suku Afrika.

Tenun Sobi Bulan merupakan salah satu jenis tenun yang motifnya hanya tampak pada bagian depan kain saja dan bagian belakangnya polos. Kekhasan tenun didapat ketika benang pakan masuk, benang lusi diselipkan atau dihilangkan.

Teknik ini disebut Sobi, milik suku Bugis dan umum ditemukan di Pulau Sulawesi, serta pulau-pulau sekitarnya termasuk Wakatobi dan Muna.

Tenun kual sambas – zaman Sokamto




era-soekamto_169 Dialektika Tenun di Tengah Dunia Serba ModernKoleksi tenun Cual Sambas dan batik tulis Jawa karya desainer Era Sukamto di Jakarta Fashion Week 2025. (Jakarta Fashion Week / Dandy Hendrata)

Era Sukamto menutup pertunjukan Dialektika dengan perpaduan tenun Kual Sambas dan batik tulis Jawa. Koleksi ini dinamakan “Pakerti”.

“Era” menutup sajian fesyen dalam suasana yang agak formal, mengingatkan kita pada pertemuan para perempuan dari berbagai kerajaan nusantara.

Era tersebut memang memuat dua karya sastra dari dua daerah berbeda. Namun, dia tidak fokus pada tampilan satu area tertentu.

Tentunya busana tersebut menggunakan berbagai macam siluet seperti gamis, gaun berkerah tinggi seperti cheongsam dan jangang kebaya, outer tanpa lengan, blus peplum, serta kemben lengan pendek.

Tenunnya hadir dalam warna-warna mewah seperti emaswarna kuning, biru, krem, merah anggur dan tembaga. Kesan “mulia” semakin terasa jika dipadukan dengan kain batik motif Prada (berlapis emas).

Tenun Kual Sambas sudah dikenal sejak abad ke-17 pada masa Kesultanan Sambas. Tenun merupakan perpaduan teknik tenun ikat dan songket. Motif tenun diperoleh dengan teknik pencelupan benang rajutan sesuai motif yang diinginkan.

Menurut Era, tenun Kual Sambas sangat berbeda dengan tenun di daerah lain karena tidak terikat standar tertentu.

“Tenun Kual Sambas sangat kreatif, lebih cair, tidak terikat pada standar tertentu, perlu banyak pengembangan,” kata Era dalam jumpa pers jelang pameran di Pondok Indah Mall 3, Jakarta Selatan, Rabu (23/10). . .

(abad/abad)

[Pict:Kabar Indonesia]



Share this content:

Post Comment

You May Have Missed