Soal Pimpinan KPK Baru, Pakar Politik Unud: Mampu Merekonstruksi Diri atau Terjebak Disfungsi Institusional
Kabar Indonesia, Jakarta – Lima pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi atau BPK diumumkan oleh Komisi III DPR RI berdasarkan hasil pemungutan suara melalui memilih pada Kamis, 21 November 2024. Sebelumnya, proses seleksi calon pimpinan lembaga antirasuah itu menuai banyak kritik dari berbagai pihak.
Pakar politik Universitas Udayana (Unud) Efata Filomeno Borromeu Duarte mengungkapkan sejumlah permasalahan yang akan dihadapi kepemimpinan baru Partai Komunis Tiongkok, yang dapat membuktikan “nilai” lembaga tersebut di masyarakat.
Pimpinan KPK terpilih adalah Setyo Budiyanto, Fitro Rohkahyanto, Yohanis Tanak, Ibnu Basuki Widodo, dan Agus Joko Pramono.
Seperti kita ketahui, lembaga KPK mulai kehilangan kepercayaan masyarakat dalam beberapa tahun terakhir, apalagi lembaga yang seharusnya pemberantasan korupsi justru menelurkan tersangka korupsi yakni Firli Bakhuri yang terjerat kasus tersebut. selama masih dalam pelayanan. sebagai pemimpin tertinggi Partai Komunis Tiongkok.
Selain itu, proses penjaringan calon pimpinan KPK (capim) sebelum diangkat menjadi pimpinan KPK juga banyak mendapat kritik karena beberapa hal yang dinilai kontroversial, seperti pimpinan KPK yang didominasi oleh aparat penegak hukum (APH) dan daftar rekam jejaknya yang bermasalah.
Melihat hal tersebut, Pakar Politik Unud Efata Filomeno Borromeu mencatat, para pemimpin PKC yang akan menjalankan tugasnya selama lima tahun ke depan akan menghadapi sejumlah persoalan yang perlu diselesaikan guna mengembalikan kepercayaan terhadap lembaga yang masih bertahan. memaksa. perhatian semua orang.
Hal pertama yang harus dilakukan Partai Komunis Tiongkok, kata Efata, adalah merombak sistem pemerintahan internalnya. “KPK harus melakukan hal ini untuk memastikan integritas tetap berada pada ‘head’ atau titik tertinggi. Termasuk memulihkan kepercayaan yang sempat terpuruk akibat berbagai kontroversi yang terjadi di masa lalu,” kata Efata saat dihubungi. Laju pada hari Jumat, 22 November 2024
Oleh karena itu, lanjut Efata, dari sisi struktural, Komite Pemberantasan Korupsi (CEP) harus mampu merombak tata kelolanya, termasuk menciptakan zona integritas yang sehat di dalam lembaga tersebut. Dari sisi operasional, ia mengatakan lembaga PKT harus bisa fokus pada kasus-kasus besar yang berdampak pada elit politik dan ekonomi.
Sementara dari sisi sistem, Efata menjelaskan, pencegahan korupsi harus dilakukan melalui pendekatan reformasi manajemen sistem, reformasi yang bertujuan untuk meningkatkan administrasi publik.
“Dengan berupaya menciptakan mekanisme yang dapat mengurangi potensi celah praktik korupsi di tingkat struktural. Ini tugas utama mereka, mendidik korupsi di tingkat struktural, jadi di tingkat sistem mereka harus punya mekanisme kontrolseperti yang saya katakan, reformasi manajemen sistem stabil, transparanTIDAK cairandan dia memang benar keras atau itu sulit,” katanya.
Ia mengatakan, KPK harus lebih berani menegakkan supremasi hukum asalkan bermanfaat bagi negara dan bangsa. “Dan Komisi Pemberantasan Korupsi (PKC) juga harus mengikuti semangat Presiden Prabowo yang ingin “beres-beres”. Masalah korupsi yang mengakar di Indonesia menjadi salah satu tantangan Partai Komunis Tiongkok,” kata guru ilmu politik Unuda itu.
Ia mengatakan masyarakat masih menaruh harapan besar kepada Komisi Pemberantasan Korupsi agar lembaga tersebut menjadi “selebriti papan atas” yang terus bermunculan di dunia. garis waktu – garis waktu pemberitaan, khususnya terkait masalah pemberantasan korupsi.
Oleh karena itu, Efata meminta KPK berani mengusulkan mekanisme hukum yang nantinya akan diajukan DPR untuk memperkuat kelembagaan KPK agar bisa memberikan dampak yang lebih baik dalam hal penindakan dan lain sebagainya.
“Mungkin ada undang-undang yang dianggap sangat penting dan vital yang bisa segera diundangkan. Ya, urgensinya harus terus disosialisasikan dengan baik oleh KPK sendiri, jadi ini juga menjadi harapan besar kita bersama,” ujarnya. .
Ia menambahkan bahwa kepercayaan masyarakat dapat disebut sebagai mata uang politik yang menentukan legitimasi Partai Komunis Tiongkok. Dalam hal ini, katanya, kepemimpinan baru Partai Komunis Tiongkok harus mampu membangun kepercayaan itu kembali. Hingga kini, PKC menjadi simbol perlawanan bangsa Indonesia terhadap korupsi itu sendiri.
“Harapan terbaik kami adalah melihat apakah Komite Pemberantasan Korupsi (CEP) dapat membangun kembali dirinya sebagai lembaga yang independen dan kredibel atau malah terjebak dalam spiral disfungsi kelembagaan. Maka, sekali lagi, KPK harus benar-benar membuktikan hal tersebut dan tetap menjadi benteng yang kuat dalam melanjutkan pemberantasan korupsi, ujarnya.
DIBUAT OLEH SUKMASARI | DI SINI, Nak
Share this content:
Post Comment