Skor Indikator Budaya Digital Masyarakat Indonesia Turun
memuat…
Kementerian Komunikasi dan Informatika menyatakan literasi digital menentukan wajah dan tradisi bangsa. Foto/tangkapan layar
Dunia digital yang sehat dan inklusif adalah kunci untuk menciptakan ruang virtual yang aman dan menghargai perbedaan serta mendorong dialog positif bagi seluruh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, upaya penguatan nilai-nilai toleransi di dunia digital harus terus dilakukan.
Merujuk data Indeks Literasi Digital Indonesia 2022, Indonesia berada pada peringkat 3,54 pada skala 1 hingga 5. Hal ini menandakan tingkat literasi digital masyarakat Indonesia masih berada pada kategori rata-rata.
Meski meningkat, untuk literasi digital skor budaya digital justru mengalami penurunan: dari semula 3,9 menjadi 3,84 atau turun 0,06 poin. Hal ini menunjukkan pentingnya pendekatan yang dapat diterapkan terhadap integrasi budaya digital.
Devaluasi toleransi budaya ini lazim terjadi di media sosial yang kerap memuat narasi negatif. Lebih buruk lagi, algoritme akuisisi berarti seseorang akan terus-menerus diberi informasi ini.
Semua itu dibahas dalam webinar “Etika Digital: Melestarikan Tradisi, Mengembangkan Inovasi” yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) pada Jumat, 20 September 2024.
“Di sisi lain, teknologi juga menjadi peluang untuk memecah belah kita. Berkat teknologi, khususnya media sosial, kita bisa berinteraksi secara anonim sehingga membuat kita semakin berani. Algoritme media sosial seperti mengulang informasi. “Ketika narasi kita menjadi negatif, itu membuat kita terpolarisasi,” kata Gracia Satya Vidi Respati, rekan Finding Common Ground Asia, pada Sabtu (21/9/2024).
Namun jika teknologi digital dimanfaatkan dengan baik maka nilai-nilai toleransi dan tradisi budaya yang menjadi wajah Indonesia bisa menyebar ke seluruh belahan dunia. Sebaliknya, jika warga negara Indonesia mempunyai etika yang buruk, maka pandangan dunia terhadap negara tersebut juga akan buruk.
Direktur Paberik Soeraja Rakjat Rane Hafied mengatakan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk beraktivitas di dunia digital, nilai-nilai Pancasila harus diterapkan untuk menunjukkan wajah Indonesia yang sebenarnya.
“Contoh yang paling mudah untuk kita pelajari dari sila Pancasila adalah bagaimana Pancasila mencakup segala aspek, dan merupakan budaya yang kita semua sebagai masyarakat Indonesia setujui,” kata Rain.
Contoh pemanfaatan teknologi digital yang baik adalah globalisasi tradisi batik. Dunia kini percaya bahwa batik adalah milik Indonesia. Hal tersebut diungkapkan oleh Fariz P. Mursid, Manajer Pemberdayaan Masyarakat IAAPPBN Putra Batik Nusantara 2018 tahun 2024-2027.
“Saya rasa teknologi digital benar-benar bisa memberikan perubahan yang signifikan dalam melestarikan budaya Indonesia. “Khusus batik, dengan digitalisasi batik akan semakin mudah diakses dan dihadirkan ke seluruh dunia,” tutupnya.
Teknologi digital ibarat pisau bermata dua dalam menjaga tradisi dan harkat dan martabat suatu bangsa. Jika literasi digital penduduk suatu negara dinilai rendah, maka wajah bangsa tersebut pun akan tercoreng. Sebaliknya jika kebudayaan suatu bangsa dapat dilestarikan, maka tidak dapat dipungkiri bahwa bangsa tersebut akan dihormati.
(kepingan)
Share this content:
Post Comment