Sidang Paripurna Akhir Masa Jabatan, MPR Sahkan Peraturan Terbaru
INFORMASI NASIONAL – Sidang Paripurna Akhir Masa MPR Tahun 2019-2024 mengesahkan Ketetapan MPR Nomor I//MPR/2024 tentang Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2024 tentang Rekomendasi Majelis Permusyawaratan Rakyat Perakitan. Majelis masa jabatan 2019-2024.
Dalam Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2024 tentang Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat, materi perubahan Tata Tertib yang semula terdiri dari 15 bab dan 174 pasal menjadi 16 bab dan 182 pasal. Perubahan tersebut bersifat editorial: perubahan susunan kata pada bab dan ayat, serta susunan kata pada bab dan ayat baru. Hal itu disampaikan Ketua MPR RI ke-16 Bambang Soesatyo atau Bamsoet usai rapat paripurna terakhir masa jabatan MPR 2019-2024 di Gedung Parlemen Jakarta pada Rabu, 25 September 2024.
Bamsoet mengatakan, perubahan redaksional tersebut dilakukan untuk menyesuaikan dengan perubahan nomenklatur yang terdapat pada beberapa pasal dan ayat, untuk memperjelas dan menyesuaikannya dengan bahasa hukum dan kaidah Indonesia yang baik dan benar. Salah satu contohnya adalah perubahan nomenklatur dari “solusi” menjadi “solusi” untuk merujuk pada produk hukum MPR.
Oleh karena itu, dilakukan penyesuaian pasal-pasal dengan memasukkan perubahan pada frasa tersebut, ujarnya.
Dikatakannya, perubahan susunan kata pada pasal dan ayat dilakukan tanpa penambahan pasal atau ayat baru, melainkan dengan perubahan susunan kata dengan memperhatikan perkembangan ketentuan hukum dan taksonomi penulisan. Antara lain dengan memperhatikan dan tidak lupa beradaptasi dengan peraturan perundang-undangan terkini.
Pada Bab V Teknik, dilakukan perubahan artikel dan kalimat untuk menyesuaikan susunan kata sesuai dengan taksonomi kedudukan, letak, bentukan dan tugas teknik. Untuk menghindari formulasi yang berulang dan kontradiktif.
“Selain itu, ada tambahan kata atau kalimat yang merupakan perbaikan editorial. “Misalnya saat mengucapkan sumpah atau janji, tambahkan kalimat yang diawali dengan, ‘Demi Tuhan, saya berjanji…’ dan seterusnya,” kata Bamsoet.
Dijelaskannya, rumusan pasal dan ayat baru tersebut didasarkan pada temuan kajian Badan Pengkajian MPR Tahun 2023, serta dalam rangka menyesuaikan dengan perubahan sistem ketatanegaraan dan ketentuan peraturan perundang-undangan, khususnya yang berkaitan dengan kewenangan dan tanggung jawab negara. MPR. Salah satunya adalah penambahan perangkat MPR berupa Mahkamah Kehormatan.
Periklanan
“Majelis Kehormatan itu sifatnya satu kali saja, dibentuk apabila ada pengaduan pelanggaran kode etik yang dilakukan anggota MPR dalam menjalankan tugas MPR,” ujarnya.
Menurut dia, karena perkara ini hanya terjadi satu kali, maka pembentukan Mahkamah Kehormatan ditetapkan dengan Keputusan Pimpinan MPR berdasarkan keputusan Rapat Gabungan.
Selain itu, kegiatan Majelis Hakim diatur lebih rinci dalam Bab V tentang perlengkapan mulai Pasal 56 sampai dengan Pasal 61, jelas Bamsoet.
Tak hanya itu, kata Bamsoet, Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2024 tentang Rekomendasi Kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat Periode 2019-2024 memuat beberapa rekomendasi terhadap MPR RI periode 2024-2029.
Termasuk menyelesaikan pembahasan isi dan bentuk hukum Pokok-pokok Haluan Negara serta melaporkannya kepada pimpinan MPR paling lambat Agustus 2025; pengkajian terhadap keberadaan Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 tentang Perubahan Materiil dan Status Hukum Ketetapan tersebut. Status substansi dan hukum Ketetapan MPR RI Tahun 1960 sampai dengan tahun 2002, khususnya pasal 2 dan 4; dan mendorong penanaman nilai-nilai Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika.
“Selain itu, disarankan pula agar Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan pelaksanaannya ditinjau secara komprehensif dengan melibatkan partisipasi masyarakat sebagai bahan masukan rekomendasi perubahan dan penyempurnaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; mengkaji penguatan kelembagaan MPR melalui UU MPR dan mengkaji struktur hubungan lembaga negara dengan etika kehidupan berbangsa,” ujarnya.
Share this content:
Post Comment