Prabowo dan Tantangan Mewujudkan Ekonomi Berkeadilan di Indonesia



prabowo-dan-tantangan-mewujudkan-ekonomi-berkeadilan-di-indonesia-csu Prabowo dan Tantangan Mewujudkan Ekonomi Berkeadilan di Indonesia

memuat…

Kousfiardi adalah analis ekonomi politik di FINE Institute. Foto/Khusus

Kusfiardi
Analis Ekonomi Politik di FINE Institute

Dalam pidatonya di perayaan HUT Partai Buruh, Presiden terpilih Prabowo Subianto dengan tegas menyatakan komitmennya untuk memperjuangkan perekonomian yang berdasarkan keadilan, kekeluargaan, dan nilai-nilai Pancasila. Ia menegaskan, kapitalisme neoliberal seringkali tidak sejalan dengan Pancasila dan UUD 1945 karena model ekonomi tersebut cenderung memperparah ketimpangan dan mengabaikan keadilan sosial. Sebagai presiden perdana, Prabowo menegaskan akan mengedepankan model ekonomi yang lebih berkeadilan dan inklusif, dengan fokus pada kesejahteraan pekerja, petani, nelayan, dan masyarakat lemah lainnya.

Retorika Prabowo tentang keadilan ekonomi menutupi ekspektasi masyarakat yang tinggi terhadap arah kebijakan ekonomi yang akan dilakukannya. Dalam konteks Indonesia, wacana ini sangat relevan mengingat tingginya tingkat kesenjangan ekonomi yang telah lama menjadi permasalahan struktural. Namun janji mewujudkan keadilan ekonomi bukanlah perkara mudah. Tantangan yang dihadapi tidak hanya bersifat teknis tetapi juga ideologis, karena sistem perekonomian global saat ini cenderung berpihak pada kapitalisme dan liberalisasi pasar.

Banyak orang mungkin bertanya-tanya apakah Prabowo benar-benar dapat menjauhkan Indonesia dari pengaruh kapitalisme neoliberal dan memimpin negara ini menuju model ekonomi yang lebih fokus pada masyarakat miskin. Janji-janji keadilan ekonomi selalu memiliki daya tarik politik, terutama dalam kampanye pemilu, namun implementasinya sering kali terhambat oleh realitas kompleks dari sistem ekonomi global. Tantangan utama bagi Prabowo di sini adalah bagaimana ia memposisikan Indonesia dalam menghadapi globalisasi yang terus menuntut negara-negara berkembang untuk membuka pasarnya, menarik investasi asing, dan mengurangi intervensi pemerintah terhadap perekonomian.

Kritik terhadap kapitalisme neoliberal yang disebut Prabowo tidak sesuai dengan Pancasila sebenarnya bukan hal baru di Indonesia. Sejak Reformasi, banyak kritik ditujukan terhadap kebijakan ekonomi yang dianggap hanya menguntungkan segelintir elit dan merugikan sebagian besar masyarakat. Neoliberalisme, dengan prinsip deregulasi, privatisasi, dan perdagangan bebas, seringkali menyebabkan kesenjangan ekonomi yang semakin besar. Kondisi tersebut, menurut Prabowo, perlu diubah dengan mengedepankan prinsip ekonomi keluarga dan keadilan sosial sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

Namun, transisi yang menjanjikan dari sistem ekonomi kapitalis ke sistem yang lebih “adil” juga memerlukan strategi khusus. Prabovo tidak hanya harus menghadapi dinamika perekonomian global, namun juga harus menghadapi permasalahan dalam negeri yang mengakar. Korupsi, lambatnya birokrasi dan rendahnya daya saing angkatan kerja menjadi permasalahan utama dalam upaya memperbaiki struktur perekonomian Indonesia. Selain itu, sektor-sektor seperti pertanian dan perikanan, yang diidentifikasi oleh Prabowo sebagai sektor yang akan ia perjuangkan, juga memerlukan reformasi mendalam agar lebih produktif dan berkelanjutan.

Di sisi lain, retorika ekonomi keluarga dan keadilan sosial juga harus diuji dalam implementasi kebijakan. Mampukah Prabowo memperhitungkan kepentingan berbagai pihak yang kerap berkonflik satu sama lain? Kepentingan buruh, petani, dan nelayan yang menurutnya menjadi prioritas, berbeda dengan kepentingan pelaku industri besar atau investor asing. Mengelola perekonomian inklusif memerlukan kebijakan yang dapat menyelaraskan kepentingan berbagai kelompok tanpa menimbulkan gesekan yang justru menghambat pertumbuhan ekonomi.

Apalagi, janji pemberantasan korupsi dan kecurangan menjadi salah satu poin penting pidato Prabowo. Korupsi telah lama menjadi faktor yang melemahkan keadilan ekonomi dan memperburuk kesenjangan. Namun sejarah menunjukkan bahwa memberantas korupsi di Indonesia bukanlah tugas yang mudah. Tantangan yang dihadapi Prabowo adalah bagaimana ia memperkuat institusi negara yang bertugas menjaga integritas, sekaligus memastikan agenda pemberantasan korupsi tidak hanya menjadi retorika politik belaka namun benar-benar diwujudkan dalam aksi nyata.

Selain itu, janji pengelolaan kekayaan negara secara adil juga harus ditegaskan melalui kebijakan yang konkrit. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, namun pengelolaannya seringkali kurang optimal bahkan cenderung eksploitatif dan hanya menguntungkan segelintir pihak. Reformasi pengelolaan sumber daya alam, khususnya di sektor energi dan pertambangan, sangat diperlukan. Di sini, Prabowo harus mampu menjawab tantangan serius dalam menyeimbangkan kepentingan ekonomi dengan kelestarian lingkungan dan kesejahteraan manusia.

Prabowo pun mengajak seluruh elemen bangsa untuk bersama-sama menyelesaikan permasalahan tersebut. Dalam pidatonya, beliau menekankan pentingnya persatuan sebagai kunci menghadapi ancaman dan tantangan yang mungkin dihadapi Indonesia. Namun persatuan ini harus dibangun atas dasar kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, yang berarti Prabowo harus mampu menunjukkan kepemimpinan yang transparan, inklusif, dan berpusat pada rakyat.

100 hari pertama masa jabatan Prabowo akan menjadi ujian apakah ia dapat memenuhi janji-janji keadilan ekonomi yang ia tawarkan. Masyarakat akan menilai bukan hanya dari perkataannya, tapi dari kebijakan nyata yang diambil untuk membawa Indonesia menuju perekonomian yang lebih adil, berbasis kekeluargaan dan sesuai dengan semangat Pancasila.

(zeeke)

Share this content:

Post Comment

You May Have Missed