Pimpinan MPR Mendorong Pemberian Gelar Pahlawan Nasional kepada Mantan Presiden Soeharto dan Gus Dur
INFORMASI NASIONAL – Ketua MPR ke-16 RI Bambang Soesatyo atau Bamsoet mengatakan pimpinan MPR menerima surat Fraksi Partai Golkar tertanggal 18 September 2024 tentang ketentuan Pasal 4 TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 .
Berdasarkan keputusan Rapat Gabungan Pimpinan MPR dan Pimpinan Fraksi DPD tanggal 23 September 2024, Pimpinan MPR menyepakati status hukum Pasal 4 Nomor TAP MPR.
Namun terkait penyebutan nama mantan Presiden Soeharto dalam isu TAP pada Rabu 25 September 2024.
Selain itu, pimpinan MPR juga menerima surat dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengenai kedudukan Ketetapan MPR Nomor II/MPR/2001 tentang pertanggungjawaban Presiden RI H.H. Abdurrahman Wahid.
Menurut Bamsoet, berdasarkan kesepakatan Rapat Gabungan Pimpinan MPR dengan Pimpinan Fraksi DPD tanggal 23 September 2024, Pimpinan MPR mengukuhkan Ketetapan Nomor II/MPR/2001 tentang Tanggung Jawab MPR. Presiden Republik Indonesia K.H.Abdurrahman. Wahid, saat ini kedudukan hukumnya sudah tidak berlaku lagi sebagaimana tertuang dalam Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 yang merevisi hakikat dan kedudukan hukum MPRS dan Peraturan MPR RI Tahun 1960 sampai dengan tahun 2002.
Sebelumnya, Pimpinan MPR juga telah menerima surat dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tertanggal 13 September 2024 tentang tindakan lebih lanjut sehubungan dengan tidak berlakunya TAP Nomor XXXIII/MPRS/1967.
Berdasarkan kesepakatan yang dicapai dalam Rapat Pengurus MPR tanggal 23 Agustus 2024, Pengurus MPR menegaskan bahwa sesuai dengan Pasal 6 TAP Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Kembali Status Materiil dan Hukum Seluruh TAP MPRS dan TAP MPR sejak tahun 1960 sampai dengan tahun 2002. TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 dinyatakan tidak berlaku.
Periklanan
Dengan demikian, menurutnya, tuduhan makar terhadap Bung Karno batal demi hukum melalui Keputusan Presiden Nomor 83/TK/2012 yang menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Bung Karno. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 25 ayat e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang gelar, sertifikat jasa, dan penghargaan.
“Semua tindakan tersebut dilakukan pimpinan MPR dalam kerangka kesadaran kita bersama untuk mewujudkan rekonsiliasi nasional dan menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan dan kesatuan,” ujarnya.
Ia mengatakan MPR adalah perwujudan seluruh rakyat Indonesia. Menurut dia, dalam kerangka itu, sudah selayaknya MPR mengedepankan persatuan bangsa.
Oleh karena itu, Pimpinan MPR RI mendesak agar jasa dan pengabdian mantan Presiden Sukarno, mantan Presiden Soeharto, dan mantan Presiden Abdurrahman Wahid dicantumkan dalam gelar Pahlawan Nasional, kata Bamsoet.
Ia berpesan agar tidak ada warga negara Indonesia, apalagi pemimpin nasional, yang boleh dihukum tanpa pengadilan yang adil. Menurutnya, keluh kesah sejarah tidak perlu ditumpahkan kepada anak bangsa yang tak pernah tahu, apalagi terlibat, berbagai peristiwa kelam di masa lalu.
“MPR adalah perwujudan gagasan seluruh bangsa Indonesia. Sudah sepantasnya MPR dalam kerangka ini memajukan persatuan nasional. “Ibarat benang yang mengikat kain yang berbeda warna, MPR merangkai harapan dan cita-cita bangsa menjadi satu kesatuan yang harmonis,” pungkas Bamsoet.
Share this content:
Post Comment