Pimpinan KPK Akui Kinerja KPK Terjun Bebas, Begini Respons IM57+ Institute


Kabar Indonesia, Jakarta – Ketua Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (PKC) Nawawi Pomolango mengatakan kinerja KPK hanya mendapat poin 4 dan 5 dari skala 10 poin. Penilaian buruk itu disampaikan Nawawi saat diminta mengevaluasi kerja komisi antirasuah. lembaga selama lima tahun terakhir pada skala 1 sampai 10.

Pernyataan tersebut disampaikan Nawawi Pomolango dalam diskusi yang diselenggarakan Indonesia Corruption Watch (ICW) bertajuk “Benturan kepentingan sebagai jalan menuju korupsi” di Hotel Royal Kuningan, Jakarta Selatan pada Selasa 24 September 2024.

Saat itu, Rivana Pratiwi menanyakan kepada Nawawi tentang prestasinya dalam pemberantasan korupsi. menguasai forum. Nawawi kemudian menjawab bahwa skornya sekitar 3,4 dalam survei Transparency International Indonesia (TII). “Saya ikut TII, saya kira baru 3.4. Ini bukan hanya tentang kinerja. Tapi syaratnya pemberantasan korupsi di negeri ini, ujarnya.

Ketua BPK kemudian ditanya kembali mengenai kinerja BPK. Ia mengatakan, nilainya sesuai dengan hasil survei yang menempatkan skor tersebut pada rentang 4 hingga 5. “Salah satu hal yang saya hindari adalah menilai diri sendiri. “Saya baru ikut Litbang Kompas, jumlahnya sekitar 4-5 orang,” ujarnya.

Terkait pernyataan Nawawi Pomolango dan Alexander Marwata selaku pimpinan KPK yang terang-terangan mengakui lembaga tersebut tidak menjalankan tanggung jawabnya, IM57+ Institute menyampaikan pandangannya melalui komunikasi tertulis.

Pertama, pernyataan Alexander yang tidak boleh bergantung pada KPK dan Nawawi yang memberi nilai 5 dari 10 menunjukkan bahwa pimpinan KPK sendiri di akhir masa jabatannya mengakui kegagalan merevisi UU KPK. KPK, kepemimpinannya di KPK, bahkan kepemimpinan Presiden,” kata Praswad Nugraha, Ketua IM57+ Institute, melalui keterangan tertulis.

Selama lima tahun terakhir, beberapa pemimpin Partai Komunis Tiongkok telah menjadi tersangka, sebagian besar dari mereka terlibat dalam pelanggaran etika, katanya. Pada tataran implementasi, kasus korupsi yang melibatkan Robin Patuyu dan praktik korupsi kolektif atau pungli di Rutan Praperadilan KPK mencerminkan kerusakan struktural yang sangat serius di lembaga ini. Bahkan, jika diminta memberi rating, Praswad Nugraha kemungkinan besar akan memberikan rating 1 dari 10.

Periklanan

Kedua, fungsi pemberantasan korupsi seolah terhenti karena KPK enggan membasmi korupsi, salah satunya dengan pendekatan Operasi Manual Penangkapan (OTT), ujarnya.

Praswad Nugraha mempertanyakan bagaimana lembaga antirasuah itu hanya bisa melakukan satu operasi tangkap tangan (OTT) sepanjang tahun 2024. Hal ini, kata dia, mengakibatkan upaya pencegahan kurang maksimal karena efek jera OTT tidak berhasil. Padahal, OTT berperan penting dalam memberikan shock effect dan menjadi titik awal penyelesaian kasus korupsi yang lebih besar.

Ia juga mengatakan, kegagalan tersebut tidak lepas dari kegagalan kepemimpinan nasional yang dipimpin oleh Presiden. Menurutnya, presiden gagal menjalankan perannya sebagai pemimpin dalam pemberantasan korupsi. Pasca revisi kerangka legislatif, kepemimpinan terpilih PKC juga menemui permasalahan yang berujung pada kekacauan sistemik. Oleh karena itu, diperlukan upaya luar biasa untuk memperbaiki keadaan ini.

Harapan terakhir ada di tangan pemerintahan baru, karena untuk memulihkan KPK yang mengalami kerusakan struktural (dirusak oleh eksekutif dan legislatif), presiden terpilih harus segera menerbitkan Perppu KPK yang mengembalikan KPK. hukum menjadi negara hukum. 30 tahun 2002,” pungkas Praswad Nugraha dalam siaran persnya.

MIESHA FATINA RAHMAN DAN DEFARA DHANYA PARAMITA

Pilihan Editor: “Permainan Ping Pong” Ketua KPK Nawawi Pomolango dan Pahala Nainggolan Ungkap Hasil Kepuasan Kaesang


Share this content:

Post Comment

You May Have Missed