Peneliti IPC Sebut DPR Periode 2019-2024 Tidak Layak Mendapatkan Penghargaan


Kabar Indonesia, Jakarta – Peneliti Indonesian Parliamentary Center (IPC) Chorisatun Nikmah mengkritisi keputusan DPR yang memberikan penghargaan kehormatan kepada anggota legislatif periode 2019-2024. Selain minimnya tanggung jawab penegakan hukum dan pengawasan, penelitian Chorisatun menemukan sejumlah pelanggaran etik yang dilakukan anggota DPR selama lima tahun terakhir.

Berdasarkan data yang dihimpun Chorisatun dari Dewan Kehormatan Dewan (MCD), terdapat 22 laporan terkait pelanggaran etik yang dilakukan anggota DPR. Namun, dia menyebut MKD hanya mendalami 22,7 persen atau 8 laporan pelanggaran etik.

“Dalam praktiknya, MKD sebagai lembaga penegak etik yang bertujuan melindungi dan menjaga kehormatan dan harkat dan martabat lembaga, tidak bisa bertindak tegas dalam menangani laporan,” kata Chorissatun saat memaparkan hasil kajiannya di kawasan Chikini, Jakarta. Senin. 30 September.

Jika dikelompokkan berdasarkan fraksi, anggota DPR dari PDI Perjuangan paling banyak melakukan pelanggaran etik, yakni 27 persen. Berikutnya adalah anggota DPR dari Partai Gerindra – 23 persen, Partai Keadilan Sejahtera – 14 persen, PKB dan Golkar – masing-masing 9 persen.

“Dan sangat disayangkan sejumlah nama yang dilaporkan melakukan pelanggaran etik justru mendapat penghargaan dari MKD atas nama mereka yang dinilai berkinerja baik,” ujarnya.

Selain minimnya tindakan terhadap anggota DPR yang melanggar etika, ICD juga lambat dalam memproses pengaduan. Chorisatun mencontohkan apa yang menimpa anggota DPR dari Fraksi Golkar. “Dalam kasus ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) awalnya menetapkan dia sebagai tersangka, namun MKD belum mengambil tindakan apa pun,” ujarnya.

Selain pelanggaran etika terkait perkara pengadilan, Khroisathun melaporkan rata-rata jumlah laporan yang masuk ke ICD terkait penyalahgunaan wewenang. Misalnya, ada laporan bahwa anggota DPR menggunakan jabatannya untuk memudahkan akses kepentingan pribadi, kata Chorisatun.

Menurut Pengamat kebijakan Exposit Strategic, Arif Susanto, maraknya pelanggaran etik dan buruknya kinerja DPR tidak menyurutkan niat DPR untuk memberikan penghargaan kepada seluruh anggotanya.

Menurut Arif, berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (CEP) pada tahun 2019, 60 persen dari total kasus yang ditangani lembaga antikorupsi adalah terkait korupsi politik yang melibatkan anggota DPR.

Periklanan

Tindakan DPR dalam memberikan penghargaan tersebut kontras dengan buruknya proses legislasi. Sepanjang 2019-2024, menurut Arif, sejumlah RUU disusun secara tergesa-gesa tanpa partisipasi masyarakat.

“Kalau bicara proses pembentukan undang-undang, ini jelas pelanggaran. Partisipasi masyarakat merupakan aspek yang harusnya dilaksanakan, tapi malah dilanggar,” ujarnya.

Meski mendapat kritikan atas penghargaan tersebut, Ketua DPR Puan Maharani mengatakan, di bawah kepemimpinannya, kinerja DPR dan citra masyarakat semakin membaik.

Kami mengapresiasi aktivitas dan citra DPR yang semakin membaik dalam lima tahun terakhir. “Kami bekerja sama di DPR dan dihargai masyarakat,” kata Puan kepada wartawan di kompleks pembangunan DPR, Jumat, 27 September 2024.

Namun, Puan mengatakan, kinerja DPR selama lima tahun terakhir belum sepenuhnya baik. Ia mencatat, masih ada sejumlah kekurangan yang perlu diperbaiki.

“Ke depan, lembaga DPR harus berbenah dengan cara bekerja sama, karena merupakan lembaga yang menjalankan tugas dan fungsinya secara kolegial, kolektif,” ujarnya.

Pilihan Editor: Puan Maharani meminta maaf dan menangis saat memimpin sidang paripurna terakhir


Share this content:

Post Comment

You May Have Missed