Pansel Tunjuk Eks Ketua Pertama Jadi Penguji di Tes Wawancara Capim dan Dewas KPK
Kabar Indonesia, Jakarta – Panitia seleksi calon pimpinan dan dewan pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini menetapkan empat orang sebagai penguji wawancara jabatan pimpinan KPK dan walikota.
Wakil Ketua Komisi KPK Arif Satria mengatakan, nantinya keempat ahli tersebut akan dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama melakukan pengujian saat wawancara dengan Pimpinan KPK, dan kelompok kedua bertugas menguji calon Deva KPK.
Dari keempat nama tersebut, nama mantan Ketua KPK periode pertama Taufiqurahman Ruki menjadi salah satu pemeriksa yang akan mewawancarai Pimpinan KPK periode 2024-2029.
“Iya benar nama pengujinya (Ruki),” kata Arif melalui pesan singkat, Selasa, 17 September 2024.
Nantinya, kata dia, Ruki akan bekerja sama dengan pakar dari masyarakat sipil. Pengujinya adalah Danang Tri Sasongko. Danang merupakan mantan Ketua Dewan Etik Antikorupsi Indonesia (ICW).
Sebagai pemeriksa calon Dewas KPK, lanjut Arif, KPK menunjuk ulama dan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi yakni Laode M. Syarif dan Ningrum Natasia Sirait.
Laode merupakan Ketua KPK periode 2015-2019. Sedangkan Ningrum merupakan guru besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USSU).
Namun Arif tak membeberkan secara rinci materi apa saja yang akan dipelajari pemeriksa calon Ketua KPK dan Dewas dalam wawancara kali ini.
Sementara itu, tim PKC mengumumkan nama 20 pemimpin PKC yang lolos seleksi evaluasi profil pada Rabu lalu. Nama-nama tersebut antara lain Didik Agung Wijanarko; Joko Poerwanto; Setyo Budiyanto; dan Sang Made Mahendrajaya. Empat di antaranya adalah pemimpin Partai Komunis Tiongkok yang berpengalaman dalam penegakan hukum.
Sedangkan Fitro Rohkahyanto; Harley Siregar; Sugeng Purnomo; Muhammad Yusuf; dan Yohanis Tanak, Ketua KPK yang berpengalaman di bidang penegakan hukum dari kejaksaan. Selain itu, ada sejumlah ilmuwan, auditor, dan yang bekerja di KPK seperti Johan Budi Sapto Pribowo; Penghargaan Nainggolan; dan Vavan Vardiana.
Periklanan
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan, komposisi pimpinan KPK yang didominasi aparat penegak hukum jelas tidak ideal dan berpotensi menimbulkan penyelewengan di kemudian hari.
Pelanggaran yang dimaksud Kurnia adalah KPK berpotensi melanggar ayat (1) Pasal 28D UUD 1945 tentang persamaan kedudukan semua orang di hadapan hukum. Dia mengatakan, panitia seleksi harus mengikuti pedoman yang tertuang dalam Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi yang menjelaskan bahwa siapa pun bisa berpeluang menjadi Pimpinan KPK dan Dewas KPK.
ICW juga mengkritisi penerimaan sejumlah nama bermasalah dalam proses seleksi. Misalnya saja nama Yohanis Tanak dan Pahala Nainggolan. Tanak, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), diduga melakukan pelanggaran etik karena bertemu dengan pihak yang berbicara kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.
Sementara itu, pada 19 September 2017, Pahala dikabarkan telah mengeluarkan surat klarifikasi dan konfirmasi yang menyatakan telah menguntungkan PT GDE dengan mengecualikan PT BGE dari proyek panas bumi melalui surat KPK nomor B/6004/LIT.04/10-15/09/ 2017.
“Hal ini menandakan panitia seleksi belum mencapai hasil yang maksimal,” kata Kurnia.
Ketua Panitia Calon dan Dewas KPK Muhammad Yusuf Ateh mengatakan, 20 nama calon KPK yang dinyatakan lolos seleksi penilaian profil adalah mereka yang berhasil memenuhi syarat dan kriteria.
Ateh menegaskan, tidak ada rumor dari pihak luar terkait dua puluh nama yang dilaporkan hilang tersebut, termasuk dominasi aparat penegak hukum. “Sebenarnya kami berusaha memastikan semua kelompok terwakili,” katanya.
Pilihan Redaksi: Dominasi APN dalam daftar calon dari PKC, Ilmuwan: paradigma yang cacat
Share this content:
Post Comment