Pakar Hukum Nilai Penghapusan Nama Soeharto di TAP MPR Tidak Punya Dasar Hukum


Kabar Indonesia, Jakarta – Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menghapus nama Presiden Soeharto dari Ketetapan MPR Nomor 11 Tahun 1998 tentang pembentukan pemerintahan yang bersih tanpa korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Keputusan pembatalan nama presiden yang telah berkuasa selama 32 tahun itu diambil pada rapat terakhir masa jabatan MPR periode 2019-2024 pada Rabu, 25 September 2024.

Mengenai penyebutan nama mantan Presiden Soeharto secara pribadi dalam TAP MPR Nomor 11/MPR Tahun 1998, diumumkan bahwa Pak Soeharto telah menyelesaikan pelaksanaannya sejak yang bersangkutan meninggal dunia, kata Ketua MPR Bambang Soesatyo saat membacakan keputusan tersebut.

Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII) Nimatul Huda mengatakan, revisi atau penarikan isi TAP MPR merupakan hal yang tidak biasa. Apalagi, kata Nimatul, tidak ada dasar hukum untuk menghapus nama Soeharto dari TAP MPR.

Nimatul mengatakan, nama Soeharto tidak lepas dari fakta sejarah maraknya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme pada masa Orde Baru. Menurut Nimatul, pencopotan nama Soeharto harus dilihat sebagai upaya membersihkan nama presiden kedua.

“PRI MPR merupakan bukti sejarah bahwa pada masa lalu Presiden Soeharto dan antek-anteknya melakukan KKN dengan cara yang luar biasa. TAP MPR ini merupakan tonggak sejarah yang berujung pada lengsernya Soeharto dan kawan-kawan,” ujarnya. Laju saat dihubungi Jumat 27 September 2024

Faktor meninggalnya Soeharto juga tidak bisa menjadi dasar untuk mengecualikan namanya dari TAP MPR. Nimatul menyatakan, tidak ada landasan hukum yang memperbolehkan frasa tersebut dicabut dalam TAP MPR, apalagi dicabut seluruhnya.

“Apa dasar hukum pencopotan nama Soeharto, apakah pencopotannya akan mengakibatkan TAP MPR baru diterbitkan atau dihapus begitu saja,” ujarnya.

Periklanan

Nimatul menilai kesepakatan TAP MPR soal pemerintahan bebas KKN juga tidak akan ada artinya jika nama Soeharto dicopot. Sebab, menurut Nimatul, TAP MPR lahir dari semangat reformasi dan jatuhnya rezim Orde Baru yang dibangun Soeharto.

Konteks sejarah lahirnya TAP MPR harus dilihat bersama dengan sejarah jatuhnya Soeharto dan tekad mewujudkan pemerintahan yang bebas dari praktik KKN, ujarnya.

Sementara itu, pada 13 November, di bawah kepemimpinan Ketua MPR Harmoko, ditandatangani TAP MPR 11/1998 tentang Soeharto. Pasal 4 yang secara jelas menyebutkan nama Soeharto:

“Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus secara tegas ditujukan kepada siapa pun, termasuk pejabat pemerintah, mantan pejabat pemerintah, keluarga dan sahabatnya, serta individu/konglomerasi termasuk mantan Presiden Soeharto, dengan tetap memperhatikan asas praduga. kepolosan dan hak, hak asasi manusia.”

Alif Ilham Fajriadi Dan Hendrik Hoyrul Muhid berkontribusi pada artikel ini.

Pilihan Editor: Jokowi berulang kali mengatakan bahwa gagasan pemindahan ibu kota negara dari Jakarta sudah ada sejak zaman Sukarno.


Share this content:

Post Comment

You May Have Missed