Nama Soeharto Dicabut di TAP MPR, CALS: MPR Sedang Bentuk Model Tak Mau Menghukum Mantan Presiden
Kabar Indonesia, Jakarta – Ketua Presidium Masyarakat Hukum Konstitusi dan Administrasi (CALS) Bivitri Susanti menilai MPR menciptakan model yang tidak mau melakukan hukuman politik terhadap mantan presiden.
Hal ini terlihat dari upaya MPR menghapus nama Presiden Soeharto dari TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998 tentang pemerintahan yang bersih dan tidak adanya korupsi, kolusi, dan nepotisme. Padahal, di negara demokratis, menghukum presiden yang salah adalah hal yang wajar.
“Kita tidak ada dendam terhadap Soeharto. Memang benar Soeharto meninggal dunia. Dari segi hubungan kemanusiaan, beliau dimaafkan. Tapi dalam hukum ketatanegaraan dan administrasi, tanggung jawab politik harus tetap ada,” kata Biwitri dalam diskusi yang digelar CALS yang dipantau melalui YouTube. . , Minggu, 29 September 2024
Biwitri mengatakan, ejaan nama Soeharto merupakan bagian dari sejarah gerakan reformasi 1998. Gerakan reformasi mengamanatkan sidang terhadap Soeharto karena diduga terlibat KKN. Hukuman ini juga diberikan karena pada masa Soeharto berkuasa, banyak kebijakan yang diambil yang merugikan rakyat. Bahkan, pada era Soeharto, pelanggaran HAM juga terjadi tanpa ada pertanggungjawaban.
“Jadi penolakan penghapusan nama Soeharto dari TAR MPR tidaklah benar. suka dan tidak suka. “Tapi ini lebih pada hubungan antara negara dan warga negara, karena ada korban politik,” kata Bivitry.
Biwitri menilai penghapusan nama Soeharto akan membuat sikap memaafkan menjadi hal biasa. Hal ini berbahaya bagi Indonesia yang menganut sistem demokrasi. Ia khawatir model tersebut akan diterapkan saat Jokowi tak lagi menjadi presiden. Mengabaikan aspek politik dan konstitusi dari Jokowi menjadi mantan presiden, kita bisa dengan mudah memaafkannya, ujarnya.
Sebelumnya, MPR menghapus nama Presiden kedua RI Soeharto dari Pasal 4 TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998 tentang perintah penyelenggaraan sistem yang bersih tanpa korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Keputusan MPR mencabut nama Soeharto diumumkan Ketua MPR Bambang Soesatyo pada rapat akhir MPR masa jabatan 2019-2024 pada Rabu, 25 September 2024.
Periklanan
Mengenai penyebutan nama mantan Presiden Soeharto secara pribadi dalam TAP MPR Nomor 11/MPR Tahun 1998, diumumkan bahwa Pak Soeharto telah menyelesaikan pelaksanaannya sejak yang bersangkutan meninggal dunia, kata Bamsoet.
Keputusan MPR menghapus nama Soeharto dari Pasal 4 TAP MPR 11/1998 merupakan amanah menanggapi surat Fraksi Golkar tertanggal 18 September 2024 dan diambil dalam rapat gabungan MPR pada 23 September. Pasal 4 yang menghapuskan KKN bagi pejabat pemerintah secara tegas menyebut nama Soeharto.
Pasca pengunduran dirinya, Soeharto ditetapkan sebagai terdakwa atas tuduhan korupsi pengelolaan tujuh dana perwalian sosial. Ketujuh yayasan tersebut adalah Yayasan Dan Sejahter Mandiri, Yayasan Supersemar, Yayasan Dharma Bhakti Sosial (Dharmais), Yayasan Dan Abadi Karya Bhakti (Dakab), Yayasan Amal Bhakti Pancasila Muslim, Yayasan Yayasan Gotong Royong Kemanusiaan dan Trikora. Dasar. Kasus ini tengah didalami Kejaksaan Agung yang menduga kerugian akibat korupsi mencapai Rp1,7 triliun dan US$419 juta. Namun pada tahun 2006, Kejaksaan Agung mengeluarkan Surat Keputusan Penghentian Penuntutan Pidana (SKP3) sesuai Pasal 140 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Pasal ini mengatur bahwa penuntut umum dapat menghentikan penuntutan pidana apabila tidak cukup bukti, peristiwa yang disangkakan bukan merupakan tindak pidana, dan perkaranya telah selesai sah. Apalagi Soeharto meninggal pada tahun 2008. “Jadi (perintah TAP MPR) sudah dilaksanakan, kita harus menahan lebih banyak lagi keluhan,” kata Bamsoet.
Pilihan Redaksi: Nama Soeharto dicoret dari TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998. Apa kata Amnesty International Indonesia?
Share this content:
Post Comment