MPR Cabut 3 TAP MPR Soal Sukarno, Soeharto, dan Gus Dur, Bagaimana Bunyinya?


Kabar Indonesia, Jakarta – Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) baru-baru ini mencabut sejumlah ketetapan atau TAP MPR terkait keputusan legislatif terhadap tiga mantan presiden Indonesia, yakni Ira Sukarno, Soeharto, dan Abdurrahman Wahid. Produk hukum Lembaga Permusyawaratan Rakyat itu disebut mencoreng nama baik ketiganya sehingga kini dibatalkan.

Ketetapan-ketetapan berikut ini dicabut: TAP MPRS nomor XXXIII/MPRS/1967 tentang penarikan kekuasaan pemerintahan negara dari Presiden Sukarno; TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme; dan TAP MPR Nomor II/MPR/2021 tentang pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia K. H. Abdurrahman Wahid.

Lantas, apa isi masing-masing TAP MPR terkait putusan terhadap Sukarno, Soeharto, dan Gus Dur yang kini resmi dibatalkan?

1. TAP MPR Nomor II/MPR/2021 tentang Pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia K.H.

Pada Rabu, 25 September 2024, MPR mencabut TAP MPR II/MPR/2021 terkait Presiden keempat RI Abdurahman Wahid. Keputusan ini sekaligus mengembalikan nama Gus Dur, julukan Abdurrahman Wahid. Keputusan tersebut diumumkan Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) pada rapat akhir masa jabatan MPR periode 2019-2024 di gedung MPR Nusantara.

“Pengurus MPR menegaskan bahwa TAP II/MPR 2001 tentang pertanggungjawaban Presiden RI Abdurrahman Wahid saat ini sudah tidak berlaku lagi,” kata Bambang.

TAP MPR Nomor II/MPR/2021 memuat informasi terkait pemberhentian Gus Dur sebagai Presiden RI. TAP MPR ini juga menegaskan Gus Douce melanggar kebijakan publik. Namun belakangan nomor TAP MPR II/MPR/2021 dinyatakan tidak berlaku.

Penarikan ini bermula saat Partai Kebangkitan Bangsa (NAP) meminta nama Gus Dur dibersihkan. Ketua Umum PCB Abdul Muhaimin Iskandar mengatakan, pemulihan nama tersebut bisa memperkuat argumen bahwa Gus Dur bisa disebut sebagai pahlawan nasional.

“Proses politik pergantian Gus Dur jangan menjadi beban pribadi, sehingga pergantian kekuasaan jangan menjadi beban pribadi Gus Dur,” kata Chuck Imin (sapaan akrab Muhaimin) dalam pertemuan di Gedung MPR Nusantara, Jakarta, Rabu. 25 September 2024

Wakil Ketua DPR ini menilai kekuasaan Gus Dur ditumbangkan oleh politik. Namun Gus Dur tidak melakukan tindak pidana apa pun, tidak terlibat korupsi, dan tidak ikut melakukan tindakan inkonstitusional. “Dia (harus) direhabilitasi,” kata Muhaymin.

Ia juga menekankan keutamaan Gus Dur dalam menjaga pluralisme dan menghangatkan hubungan antara agama dan negara. Pertimbangan tersebut menjadi alasan kuat bagi PCB untuk merekomendasikan penarikan kembali TAP MPR Nomor II/MPR/2021.

TAP MPR Nomor II/MPR/2001 disahkan di Jakarta pada tanggal 23 Juli 2001. Ketetapan ini ditandatangani oleh Ketua MPR RI saat itu M. Amiens Rais dan tujuh Wakil Ketua MPR RI. Berikut isi Tap Nomor II/MPR/2001:

Kami memutuskan untuk menentukan:

Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang Tanggung Jawab Presiden Republik Indonesia K. H. Abdurrahman Wahid.

Pasal 1

Ketidakhadiran dan penolakan Presiden Republik Indonesia, H.H. Abdurrahman Wahid, untuk menjamin akuntabilitas pada sidang istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tahun 2001, serta diterbitkannya Pernyataan Presiden Republik Indonesia. Republik Indonesia pada tanggal 23 Juli 2001, melakukan pelanggaran berat terhadap kebijakan publik.

Pasal 2

Memberhentikan H.H. Abdurrahman Wahid dari jabatan Presiden Republik Indonesia, dan membatalkan serta menyatakan tidak berlakunya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia nomor VII/MPR/1999 tentang pengangkatan Presiden Republik Indonesia. Indonesia.

Pasal 3

Ketentuan ini mulai berlaku pada tanggal mulai berlaku.

Dirundingkan di Jakarta pada tanggal 23 Juli 2001.

2. TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Pada hari yang sama dengan dicabutnya TAP Nomor II/MPR/2001, MPR juga menghapus nama Presiden Kedua RI Soeharto dari Pasal 4 TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998 tentang Perintah tersebut. memperkenalkan sistem yang bersih tanpa korupsi, kolusi, nepotisme (CCN). Keputusan MPR mencabut nama Soeharto diumumkan Bambang Soesatyo pada rapat akhir MPR masa jabatan 2019-2024, Rabu.

Mengenai penyebutan nama mantan Presiden Soeharto secara pribadi dalam TAP MPR Nomor 11/MPR 1998, diumumkan bahwa Pak Soeharto telah menyelesaikan pelaksanaannya sejak yang bersangkutan meninggal dunia, kata Bamsoet, sapaan Bambang.

Keputusan MPR menghapus nama Soeharto dari Pasal 4 TAP MPR 11/1998 merupakan amanat menanggapi surat Fraksi Golkar tertanggal 18 September 2024 dan diambil dalam rapat gabungan MPR pada 23 September. Pasal 4 yang menghapuskan KKN bagi pejabat pemerintah secara tegas menyebut nama Soeharto.

Periklanan

Sementara itu, pada 13 November, di bawah kepemimpinan Ketua MPR Harmoko, ditandatangani TAP MPR 11/1998 tentang Soeharto. Pasal 4 yang secara jelas menyebutkan nama Soeharto:

“Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus secara tegas ditujukan kepada siapa pun, termasuk pejabat pemerintah, mantan pejabat pemerintah, keluarga dan sahabatnya, serta individu/konglomerasi termasuk mantan Presiden Soeharto, dengan tetap memperhatikan asas praduga. kepolosan dan hak, hak asasi manusia.”

3. TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Sukarno.

Presiden pertama Republik Indonesia, Sukarno, dikenal sebagai proklamator kemerdekaan Indonesia. Di sisi lain, namanya juga tercoreng dengan terbitnya TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967. Putusan tersebut secara tidak langsung menuduh Bunga Karno, sapaan akrab Sukarno, ikut serta dalam program pemberontakan Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia atau G30S/PKI.

Baru-baru ini, Republik Rakyat Mongolia secara resmi mencabut keputusan tersebut. Ketua MPR RI Bambang Soesathio menyerahkan surat penarikan kembali pimpinan MPR RI kepada keluarga Bung Karno, antara lain Presiden Kelima RI Megawati Sukarnoputra, Guntur Sukarnoputra, Sukmawati Sukarnoputra, dan Guruhu Sukarnoputra.

“Saudara-saudara yang hadir pagi ini akan menyaksikan sejarah, mengikuti langsung upacara penyerahan surat pimpinan MPR RI kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, serta Bupati Bung Karno. keluarga,” kata Bamsoet, sapaan akrab Bambang Soesatyo, di Kompleks Parlemen. Senayan, Jakarta, Senin 9 September 2024 dikutip Antara.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Menkumham Supratman Andi Agtas mengatakan tuduhan keterlibatan Sukarno dalam pemberontakan PKI akhir September 1965 tidak terbukti setelah TAP nomor MPRS XXXIII/MPRS/1967 menjadi tidak sah. Selain untuk membersihkan tuntutan terhadap Bunga Karno, pencabutan TAP MPRS nomor 33 juga dimaksudkan untuk menghormati dan mengembalikan harkat dan martabat sang Proklamator.

“Tuduhan TAP MPRS terhadap proklamator kita yaitu Bunga Karno, Presiden pertama RI, didiskualifikasi dan dinyatakan tidak terbukti,” kata Supratman yang turut hadir dalam agenda siaran tersebut.

Isi TAP MPRS No. XXXIII/MPRS/1967, yaitu:

Parameter:

Dekrit pencabutan kekuasaan pemerintahan negara dari Presiden Sukarno

BAB I

Pasal 1

Pernyataan bahwa Presiden Sukarno telah gagal melaksanakan tugas konstitusional sebagaimana disyaratkan amanat di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Sementara) selaku pemberi amanah sebagaimana diatur dalam UUD 1945.

Pasal 2

Menyatakan Presiden Sukarno gagal melaksanakan instruksi dan keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Sementara) yang sesuai dengan kewajiban berdasarkan amanat Majelis Permusyawaratan Rakyat (Sementara), sebagaimana amanat yang diatur dalam UUD 1945.

Pasal 3

Melarang Presiden Sukarno melakukan kegiatan politik sampai dengan pemilihan umum, dan sejak ditetapkannya keputusan ini mencabut mandat Presiden Sukarno dari Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, serta segala kekuasaan pemerintahan negara yang diatur dalam UUD 1945. .

Pasal 4

Menetapkan pengesahan Keputusan MPR (Sementara) no. XV/MPRS/1966 dan mengangkat Jenderal Soeharto sebagai pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 sebagai Pejabat Presiden berdasarkan Pasal 8 UUD 1945 sampai Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam pemilihan umum.

Pasal 5

Penjabat presiden tunduk dan bertanggung jawab.

HENDRIK HOYRUL MUHID | ANNISA FEBIOLA

Pilihan Redaksi: Mencoreng Nama Baik Sukarno, Berikut Sejarah dan Isi TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967


Share this content:

Post Comment

You May Have Missed