MPR Beri Penjelasan Penghapusan Nama Soeharto dari TAP MPR soal KKN
Kabar Indonesia, Jakarta – Plt Sekretaris Jenderal Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Siti Fauzia menjelaskan alasan dikeluarkannya nama Presiden kedua RI Soeharto dari TAP XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang bersifat bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Dia mengatakan, pengecualian nama Soeharto dalam Pasal 4 TAP XI/MPR/1998 tidak membatalkan ketentuan di dalamnya.
“Ketetapan MPR nomor ‘Tap XI/MPR/1998’ termasuk dalam kategori TAP MPR yang tetap berlaku sampai dengan undang-undang tersebut terbit,” ujarnya, Sabtu, 28 September, di Aula Utusan Gedung Nusantara IV, Kompleks Senayan di Jakarta Pusat. 2024.
Ia menambahkan, undang-undang pelaksanaan TAP XI/MPR/1998 adalah Undang-Undang Pemberantasan Korupsi Nomor 31 Tahun 1999. Pasal 34 UU Tipikor menyebutkan, dalam hal terdakwa meninggal dunia pada pemeriksaan di sidang pengadilan dan menimbulkan kerugian materil yang nyata bagi negara, maka jaksa segera menyerahkan salinan berita acara sidang. mengajukan perkaranya kepada kejaksaan atau melimpahkan kepada instansi yang dirugikan karena diajukan gugatan perdata terhadap ahli warisnya.
Menurut Siti, Kejaksaan Agung mengajukan gugatan perdata terhadap Soeharto pada 9 Juli 2007 terhadap beberapa yayasan Soeharto, salah satunya Yayasan Supersemar. Akibatnya, pengadilan mengambil berbagai putusan, mulai dari putusan Pengadilan Negeri (PN). Putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung tahun 2015 menyatakan Supersemar terbukti melakukan perbuatan melawan hukum, dengan keputusan yang mewajibkan Supersemar membayar ganti rugi kepada negara, namun hingga saat ini baru sebagian yang dibayarkan kepada negara.
Terkait upaya hukum yang dilakukan terhadap Soeharto secara pribadi, dia mengatakan hal itu berakhir dengan keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memberikan kepastian hukum kepada mantan Presiden Soeharto. Hal ini berdasarkan Surat Keputusan Kejaksaan Agung tentang Penghentian Penuntutan Pidana/SKPPP Tahun 2006 sesuai Ayat (1) Pasal 140 KUHAP, serta Putusan Mahkamah Agung Nomor 140 PK/Pdt. /2015 karena penyakit berkepanjangan yang diderita Pak Suharto saat itu.
“Pada tanggal 27 Januari 2008, Pak Suharto meninggal dunia dan sesuai dengan ketentuan Pasal 77 KUHP (KUHP), kuasa untuk memulai proses pidana dicabut jika terdakwa meninggal dunia,” dia dikatakan.
Sehubungan dengan itu, materi yang terkandung dalam Pasal 4 Resolusi MNR no.
Periklanan
Namun belum termasuk kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme lainnya yang disebutkan dalam TAP MPR Nomor XI/MPR/1998, ujarnya.
Sebelumnya, nama Soeharto resmi dihapus dari TAP.
“Tentang penyebutan nama mantan Presiden Soeharto dalam TAP MPR Nomor 11/MPR Tahun 1998 secara langsung, diumumkan bahwa Pak Soeharto telah selesai pelaksanaannya karena yang bersangkutan telah meninggal dunia,” kata Bamsoet saat rapat akhir masa jabatan MPR. periode 2019-2024 di Gedung Nusantara pada Rabu.
Pasal 4 TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998 menyatakan bahwa upaya pemberantasan ICC harus dilakukan secara tegas dan tanpa diskriminasi. Tak terkecuali mantan Presiden Soeharto. TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998 disahkan di Jakarta pada tanggal 13 November 1998.
“Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus secara tegas ditujukan kepada siapa pun, termasuk pejabat pemerintah, mantan pejabat pemerintah, keluarga dan sahabatnya, serta individu/konglomerasi termasuk mantan Presiden Soeharto, dengan tetap memperhatikan asas praduga. tentang ketidakbersalahan dan hak asasi manusia,” kata Pasal 4.
Pilihan Editor: Ketua MPR Bambang Soesathyo menilai Soeharto pantas dinobatkan sebagai pahlawan nasional
Share this content:
Post Comment