Masjid Instansi Pemerintah Belum Ramah Disabilitas
Memuat …
Hasil halak dari studi tentang masjid dengan disabilitas. Foto/spesial
Direktur Eksekutif P3M H. Sarmidi Khusna, yang juga merupakan penulis buku tentang disabilitas Fikh. Dalam pembukaan peristiwa di Galak di Galak, hasil penelitian tentang masjid ini, ramah untuk disabilitas, menekankan bahwa kegiatan penelitian ini adalah bentuk kecemasan dan kepedulian terhadap percepatan kepuasan terhadap hak untuk menyembah bagi para penyandang cacat di negara kita yang tercinta. “Di masa depan, Tuhan, kita akan terus menemaninya dengan langkah seorang pengacara, menarik berbagai pihak terkait yang terkait dengan mereka,” katanya di Jakarta, dikutip pada hari Selasa (05/20/2025).
Masjid Pemerintah tidak dapat tersedia bagi para penyandang disabilitas
Hasil studi P3M dari 47 dari 100 masjid di kementerian, lembaga negara dan GP di Jakarta mengungkapkan kesenjangan yang mengkhawatirkan antara aturan dan implementasi di bidang ini. Ketika Indonesia sudah memiliki payung hukum yang solid, dimulai dengan undang -undang No. 8 tahun 2016, mengenai para penyandang cacat, undang -undang No. 19 tahun 2011, mengenai ratifikasi CRPD, kepada Menteri Peraturan Pupp dan PanRB, hasil tinjauan P3M menunjukkan bahwa 26 dari 47 Meskes Pemerintah tidak memiliki framework untuk 49th. Lift untuk standar tinggi.
Dalam presentasi hasil pemeriksaan yang diperoleh oleh Badrus Samsul Fata, kondisi ini diperburuk oleh 36 masjid tanpa parkir khusus di dekat pintu masuk, 42 masjid tanpa cacat khusus toilet, dan hampir semua (46 masjid) tidak memiliki toilet dengan penangkapan standar untuk orang -orang yang memiliki pelanggaran. Faktanya, dari sudut pandang sarana dasar untuk beribadah, 36 masjid tidak memberikan kenaikan untuk naik ke mana Anda dapat mengakses penyandang cacat, 27 masjid tidak menyediakan kursi lipat, dan 19 masjid jelas melarang penggunaan dana tambahan di zona doa, politik yang secara langsung memblokir akses ke ibadah.
Al-Quer'an Braille dan Penerjemah Sinyal tidak tersedia
Hasil survei P3M juga menggambarkan kondisi untuk lebih perhatian dalam aspek informasi dan ketersediaan informasi di masjid pemerintah. Dari 47 studi yang diteliti, hampir semua (45 masjid) tidak dilengkapi dengan blok panduan kuning untuk orang buta, sementara 46 masjid tidak menyediakan Alquran Braille, benda -benda mendasar yang memungkinkan orang buta untuk secara mandiri mencapai Kitab Suci.
Tidak adanya sistem pendukung komunikasi dapat dilihat dari 46 masjid yang tidak memiliki penerjemah bahasa gerakan untuk kuliah dan khotbah, serta 45 masjid tanpa gerakan penerjemah hiha'iyyah. Kondisi yang jelas melanggar akses ke informasi agama untuk orang -orang dengan gangguan tuli dan bicara. Kondisi ini tidak hanya mencerminkan kurangnya infrastruktur dasar, tetapi juga menunjukkan kesenjangan dalam pemahaman inklusi spiritual.
Karyawan masjid tidak siap untuk menyambut koleksi kecacatan
Inklusivitas masjid tidak hanya masalah infrastruktur fisik, tetapi juga kesiapan sumber daya manusia untuk memenuhi kebutuhan berbagai peziarah. Studi P3M menunjukkan bahwa 28 dari 47 masjid di pemerintahan tidak memiliki petugas yang siap membantu peziarah orang -orang cacat, sementara 32 masjid memiliki petugas tanpa pengetahuan dasar tentang layanan inklusif. “Kesimpulan ini mencerminkan urgensi pembangunan potensial bagi para manajer masjid, terutama ketika fakta -fakta menunjukkan bahwa 22,97 juta orang Indonesia (8,5% dari total populasi) adalah penyandang cacat berdasarkan data BPS 2023,” kata Badrus.
Kiai Sarmidi juga menekankan pemikiran masjid Takmir. Selama waktu ini, masjid Takomir salah menggunakan argumen. Argumen Rukhsa (dispensasi ibadah) untuk para penyandang cacat sering digunakan oleh masjid Takmir untuk alasan penyimpangan layanan kepada para penyandang cacat. “Faktanya, proposal taksi dari masjid harus menjadi argumen konstitusional, itu juga implementasi dan penyediaan akses kepada siapa pun, termasuk penyandang disabilitas,” katanya.
Share this content:
Post Comment