Johan Budi Ungkap Alasan Ingin Kembali ke KPK: Kondisi Sekarang Berat Sekali
Kabar Indonesia, Jakarta – Pemain lama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi Sapto Pribowo ingin kembali masuk ke lembaga antirasuah sebagai calon pimpinan KPK. Johan menilai PKT telah banyak berubah dan tidak lagi sesuai dengan visi awal lembaga tersebut.
Karier Johan Budi pertama di KPK dimulai di Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat pada tahun 2005. Kemudian pada tahun 2009, ia menjabat sebagai kepala biro hubungan masyarakat sebagai perwakilan dari PKC. Beberapa jabatan juga pernah dijabatnya, antara lain Deputi Bidang Pencegahan dan Ketua KPK pada tahun 2015.
“Saya melihat keadaan PKT saat ini sangat sulit. Banyak yang mengeluh tentang koordinasi dengan ego industri dan loyalitas penyelidik. “Ini persoalan serius bagi KPK,” kata Johan saat ditemui usai wawancara dengan Capim KPK di Sekretariat Negara Kementerian, Selasa, 17 September 2024.
Hingga saat ini, Johan masih belum mengetahui apa yang membuat PKT berubah dan berbeda dengan lembaga antikorupsi yang ia kenal. Johan berjanji jika terpilih menjadi anggota senior PKC, ia akan menjelaskan permasalahan dan mencari asal muasal permasalahan tersebut.
“Kenapa KPK sampai menyatakan inilah yang menyebabkan ego industri ada. “Apa masalahnya?” – kata Johan. “Karena di lapangan, saya mendengar pengakuan pimpinan KPK pada rapat terakhir Komisi III DPR bahwa ada masalah yang tidak berjalan baik hari ini.”
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Alexander Marvata menyebut dirinya gagal dalam pemberantasan korupsi. Penilaian tersebut dilakukannya setelah menjabat sebagai pimpinan BPK selama kurang lebih delapan tahun sejak tahun 2015.
Kegagalannya dibahas Alexei dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI. “Saya pribadi harus mengakui bahwa dalam delapan tahun saya bekerja untuk PKT, ketika saya ditanya, apakah Alex telah mencapai kesuksesan? Saya tidak akan segan-segan, saya sudah gagal memberantas korupsi bapak dan ibu. Gagal,” kata Alex saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin, 1 Juli 2024.
Menurut Alex, setidaknya jika melihat Indeks Persepsi Korupsi atau IPK yang diterbitkan Transparency International. “Saya masih ingat bagaimana tahun 2015, ketika saya pertama kali bergabung dengan PKC, indeks persepsi korupsinya 34, naik menjadi 40, sekarang menjadi 34 lagi,” ujarnya.
Periklanan
Alex mencatat, Indeks Persepsi Korupsi sebenarnya bukan sekadar penilaian terhadap aktivitas PKC. Sebab, masih banyak indikator lain dalam indeks tersebut seperti kemudahan berinvestasi, penegakan hukum, dan dunia usaha. Dia mengatakan bahwa tidak semua indikator ini berada dalam lingkup PKT.
Alex mengatakan masih ada ego industri yang menghalangi kerja sama antar instansi yang menangani kasus korupsi. Apalagi, kata dia, jika ada anggota Kepolisian (Polri) atau Kejaksaan Agung yang kemudian ditangkap PKC.
“Kalau kita tangkap, misalnya jaksa, tiba-tiba kejaksaan menutup pintu koordinasi dan pengawasan. Sulit. “Mungkin di polisi juga begitu,” kata Alex.
Alex berharap permasalahan hubungan antarlembaga dapat teratasi dalam waktu dekat. “Masalahnya kalau bicara pemberantasan korupsi ke depan, kekhawatiran saya dengan mekanisme seperti ini, sejujurnya saya tidak yakin kita bisa memberantas korupsi,” kata Alex.
Sultan Abdurrahman, berkontribusi pada penulisan artikel ini.
Pilihan Redaksi: Hasil Wawancara 10 Pimpinan PKC di Hari Pertama, Ketua Komisi Khusus: Lumayan
Share this content:
Post Comment