IPC Soroti Transparansi DPR 2019-2024: Banyak Rapat Dilakukan Tertutup
Kabar Indonesia, Jakarta – Kajian yang dilakukan oleh Indonesian Parliamentary Center (IPC) menemukan bahwa banyak rapat pengawasan pemerintahan di DPR dilakukan secara tertutup. Dari 11 komisi di DPR, IPC mencatat komisi I dan VI paling sering menyelenggarakan rapat tertutup.
Berdasarkan kajian IPC, dari 315 rapat Komisi I dengan pemerintah, 250 diantaranya bersifat tertutup. Sedangkan di Komisi VI, rapat tertutup dilaksanakan sebanyak 200 kali, dan rapat terbuka sebanyak 148 kali.
Menurut Ketua Departemen Advokasi IPC Arif Adiputro, banyaknya rapat yang dilakukan secara tertutup menunjukkan rendahnya transparansi DPR sebagai lembaga pemerintah. Khususnya Komisi I yang bertanggung jawab di bidang pertahanan dan keamanan. Rapat tertutup Komisi I, menurut Arif, sebenarnya berlangsung saat pembahasan anggaran.
“Kami kira ini bukan persoalan pertahanan, tapi lebih pada anggaran terkait APBN, dan rapatnya bersifat tertutup,” kata Arif saat memaparkan hasil penelitiannya di Kecamatan Chikini, Jakarta Pusat, Senin, 30 September 2024. .
Arif juga menyoroti masifnya sidang tertutup yang digelar di Komisi VI. Sebab, menurut dia, keterbukaan rapat Komisi VI penting bagi publik, karena salah satu mitra kerja adalah BUMN. “Komisi VI lebih tertutup daripada terbuka; mereka memantau persoalan BUMN,” ujarnya.
Selain itu, kata dia, banyak rapat di komisi lain yang ditutup pada saat rapat kerja atau dengar pendapat terkait peraturan pemerintah. “Kalau kita lihat rapat-rapat pembahasan peraturan pemerintah juga tidak di gedung DPR, tapi banyak di hotel dan tertutup,” ujarnya.
Periklanan
Dari 11 komisi di DPR, menurut Arif, komisi IX paling sedikit mengadakan rapat tertutup yakni sebanyak 20 kali. Disusul Komisi V sebanyak 27 kali rapat tertutup, Komisi XI sebanyak 78 kali rapat, dan Komisi VII sebanyak 99 kali rapat. “Sisanya sudah mengadakan sidang tertutup lebih dari 100 kali,” ujarnya.
Meski digelar secara tertutup, Arif mengatakan masyarakat tidak memiliki akses terhadap dokumen-dokumen hasil pertemuan tersebut. Oke, kalau misalnya tertutup, maka dokumen pelaporan publik harusnya terbuka dan bisa diakses oleh publik, ujarnya.
Menurut Arif, sikap DPR periode 2019-2024 bertentangan dengan semangat Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UO TIP). Sebab, kata dia, tidak semua kategori kaukus memenuhi ketentuan informasi yang tidak bisa diakses berdasarkan UU KKR.
“Kalau mengacu pada undang-undang Keterbukaan Informasi Publik, maka pertemuan-pertemuan ini harus terbuka. Padahal undang-undang ini merupakan tindakan normatif yang diprakarsai oleh DPR sendiri,” ujarnya.
Pilihan Editor: Pramono Anung berjanji akan menggelar bursa kerja setiap tiga bulan sekali di setiap kabupaten
Share this content:
Post Comment