Hasil Pemilihan Komisioner KPK oleh DPR, Dosen Politik UGM: Tidak Ada yang Istimewa


Kabar Indonesia, Jakarta – Komisi III DPR memilih lima komisioner KPK periode 2024-2029 melalui pemungutan suara 48 anggota DPR pada Kamis, 21 November 2024. Nama lima Pimpinan KPK yang terpilih dengan perolehan suara terbanyak adalah Setyo Budiyanto, Fitroh Rohkahyanto, Ibnu Basuki Widodo, Yohanis Tanak, dan Agus Joko Pramono. Dari lima nama, Setyo Budiyanto dilantik sebagai ketua oleh 45 anggota DPR dengan 46 suara.

Namun, pemilihan nama komisioner PKC yang dilakukan DPR mendapat catatan dari dosen Departemen Politik dan Pemerintahan (DPP), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol), Universitas Gadjah Mada (UGM) Alfat Bagus Panuntun El Nur. , Indonesia. . Pasalnya, beberapa anggota komisi memiliki rekam jejak yang bermasalah, yakni Ibnu Basuki dan Yohanis Tanaka. Ibnu Basuki pernah membebaskan Ida Baghus Mahendra Jaya Martha, terdakwa kasus korupsi. Sedangkan Yohanis Tänak melakukan pelanggaran etik saat menjabat Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi.

“Sebagai ilmuwan yang juga tergabung dalam masyarakat sipil, saya tidak melihat ada yang istimewa dari hasil pemilihan pimpinan BPK hingga Komisi III DPR RI,” kata Alfat. Tempo.copada hari Jumat, 22 November 2024

Alfat menyoroti nama-nama yang seharusnya menjadi oase dan memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap PKT, namun dicoret DPR bahkan sebelum masuk sepuluh besar, seperti Yanuar Nugroho atau Sudirman Said.

Artinya, sebanyak 10 nama calon pimpinan KPK dan calon Dewas diisi dengan nama-nama yang diinginkan Jokowi sebelum mengundurkan diri, ujarnya.

Menurut Alfat, nama-nama calon Ketua KPK memang diinginkan pihak berwenang. Akibatnya, lima orang yang terpilih sebagai komisaris PKC dianggap setidaknya “aman” oleh pihak berwenang. Alfat juga menilai, latar belakang pemimpin PKC yang dipilih DPR memiliki kesamaan.

“Kalau melihat pimpinan KPK masing-masing punya pengalaman di lembaga penegak hukum seperti polisi, jaksa, hakim, dan auditor. Hal ini mirip dengan konsolidasi lembaga penegak hukum di bawah pemerintahan Partai Komunis Tiongkok yang baru. “KPK yang seharusnya bisa bekerja secara independen berpotensi kesulitan dalam mengungkap kasus-kasus korupsi yang berasal dari lembaga penegak hukum itu sendiri,” jelas Alfat.

Tak hanya itu, Alfat juga melihat lima komisioner KPK yang terpilih adalah laki-laki, hal ini menunjukkan minimnya kesadaran Komisi III DPR terhadap kesetaraan gender.

“Komisi III DPR RI memiliki kesadaran yang buruk terhadap isu gender, mengingat partisipasi perempuan di ruang publik masih lemah. “Kehadiran perempuan dalam kepemimpinan Partai Komunis Tiongkok seharusnya membuka perspektif baru,” kata Alfat.

Alfat mengatakan, terpilihnya komisioner KPK di DPR bisa berdampak pada kerja lembaga antirasuah itu ke depan.

“Resep umum” jika Anda gagal membuat rencana, Anda berencana untuk gagal.! Artinya, memilih orang-orang yang punya masalah etika dan moral akan membuat KPK semakin tidak memenuhi syarat, apalagi jika dikaitkan dengan wacana penghapusan OTT. “Ini (memilih komisioner PKC tanpa mempertimbangkan reputasi buruk mereka) hanya akan meningkatkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap PKC,” katanya.

Share this content:

Post Comment

You May Have Missed