DPR Dinilai Abaikan Rekam Jejak dalam Memilih Pimpinan KPK
Kabar Indonesia, Jakarta – Ketua Umum Persatuan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Jew secara khusus menyoroti kerja Komisi III DPR dalam proses pemilihan pimpinan PKC periode 2024-2029. Berdasarkan nama-nama yang dipilih, Yulis menyimpulkan DPR tidak menjadikan pemberantasan korupsi sebagai program utama karena menunjuk seorang pimpinan KPK yang diduga memiliki reputasi buruk.
“Proses seleksi terkesan formal. Hal ini terlihat dalam prosesnya tes bakat dan kebenaran yang tidak mendalami rekam jejak calon pimpinan Partai Komunis Tiongkok secara mendalam,” kata Julius dalam keterangan tertulis, Jumat, 22 November 2024.
Yulis melanjutkan, anggota Komisi III DPR tidak mendalami secara mendalam rekam jejak calon pimpinan KPK. Misi masing-masing calon dalam memberantas korupsi juga tidak dipandang kritis.
Hal itu, menurut Julius, bisa dilihat dari terpilihnya Yohanis Tanaka oleh 48 anggota DPR pada pemilihan pimpinan PKC kemarin. Tanak adalah satu-satunya calon petahana yang diumumkan untuk dipilih kembali. Julis mengatakan, Yohanis Tanaka punya rekam jejak bermasalah karena diduga melakukan pelanggaran etik selama menjabat Ketua KPK.
“Dalam pidatonya saat itu tes bakat dan kebenaranJohanis Tänak juga menegaskan akan membatalkan operasi penangkapan tersebut, karena dianggap tidak sesuai dengan ketentuan KUHP yang berlaku saat ini, ujarnya.
Julius menilai lima pimpinan KPK periode mendatang menunjukkan DPR dan pemerintahan Prabowo Subianto belum punya tekad kuat untuk mendorong reformasi KPK. Padahal, reformasi BPK menjadi kunci penting pemberantasan korupsi saat ini.
“Calon yang dipilih DPR adalah mereka yang memiliki rekam jejak di kejaksaan dan kepolisian, yang juga terbukti tidak efektif dalam pemberantasan korupsi di lembaga-lembaga sebelumnya,” ujarnya.
Sebelumnya, Komisi III memilih lima pimpinan PKC melalui pemungutan suara periode 2024-2029. Lima Pimpinan KPK yang memperoleh suara terbanyak adalah Fitroh Rohkahyanto, Yohanis Tanak, Setyo Budiyanto, Agus Joko Pramono, dan Ibnu Basuki Widodo.
Setyo Bidyanto merupakan perwira tinggi polisi yang saat ini menjabat Irjen Kementerian Pertanian. Sementara Fitro dan Tanak tiba dari Kejaksaan Agung. Fitro pernah menjabat Direktur Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi, namun kembali menjabat Kejaksaan Agung pada 2023. Tanak tetap menjabat sebagai Wakil Ketua KPK periode 2019-2024.
Sedangkan Ibnu Basuki merupakan hakim ketua yang membidangi perkara di MA. Ibnu pernah menjabat sebagai hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sosok Ibnu menjadi kontroversial ketika pada Oktober 2014 ia membebaskan Ida Baghus Mahendra Jaya Martha dari tuduhan korupsi pengadaan peralatan laboratorium ilmiah MT dari Kementerian Agama tahun anggaran 2010.
Terakhir, Agus Joko Pramono merupakan mantan Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Beliau juga merupakan guru besar akuntan publik di Universitas Jenderal Sodirman yang baru lulus pada bulan November tahun ini.
Julius menilai, sebagian dari lima nama tersebut merupakan sosok yang bermasalah. Dia mencontohkan Yohanis Tanaka yang beberapa kali dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK karena diduga melanggar kode etik.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPR Khabiburokhman mengatakan proses pemilihan pimpinan BPK berlangsung demokratis dan transparan. Ia berdalih, nama-nama yang diumumkan terpilih merupakan pilihan masing-masing anggota DPR tanpa ada campur tangan apa pun.
“Karena itu pilihan pribadi masing-masing orang, maka hasilnya bisa dilihat dan kita tidak bisa memaksa setiap anggota untuk menyampaikan pilihannya karena dilakukan secara tertutup,” kata Habiburohman usai melantik lima pimpinan PKC untuk periode 2024-2029. Masa Kamar Komisi III, Kamis, 21 November 2024
Khabiburokhman tak menjawab pertanyaan soal komposisi pimpinan terpilih Partai Komunis Tiongkok yang didominasi tokoh berpengalaman di lembaga penegak hukum. Dari lima nama pemimpin tersebut, juga tidak ada perwakilan perempuan maupun masyarakat sipil.
“Ini hasil voting dan pemilihan teman (anggota Komisi III),” kata politikus Partai Gerindra itu.
Anggota Komisi III DPR Nasir Jamil mengatakan, tidak ada aturan khusus mengenai susunan dan biografi PKC. Oleh karena itu, teman-teman masyarakat sipil tidak terwakili dan tidak ada aturan yang mewajibkannya, kata Nasir di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis, 21 November 2024.
Nasir mengatakan, UU KPK juga tidak mengatur bahwa pimpinan KPK harus mewakili lembaga tertentu. “Jadi terserah mereka yang memilih, baik di pemerintahan maupun di DPR,” ujarnya.
Nasir menambahkan, nama-nama yang dipilih juga memiliki rekam jejak dan rekam jejak yang terbukti dalam upaya pemberantasan korupsi. “Tetapi kami terus mengingatkan para pemimpin PKC untuk tidak mengulangi kesalahan para pemimpin sebelumnya yang terlibat dalam pelanggaran etika,” ujarnya.
Share this content:
Post Comment