DPR Beri Lampu Hijau Mendikdasmen Abdul Mu’ti Terapkan UN Lagi, Sudah 8 Kali Ujian Nasional Ganti Nama
Kabar Indonesia, Jakarta – Komisi Sebelum UN ditiadakan pada tahun 2021, merupakan alat untuk mengukur prestasi akademik siswa di tingkat nasional dan salah satu komponen penentu kelulusan siswa di Indonesia.
“Kami selalu terbuka terhadap perubahan, baik itu PBB atau hal lainnya,” kata ketua komisi tersebut. Di antara.
Khetifa menilai rencana tersebut perlu dikaji lebih lanjut agar tidak menjadi ketakutan bagi siswa SD, SMP, dan SMA. “Di masa lalu Mungkin PBB inilah yang menyebabkan stres pada anak. Jadi, setiap aturan pasti ada kelemahannya. TIDAK“Ini adalah sesuatu yang harus kita perbaiki,” katanya.
Selain itu, ia mengingatkan, ke depan jika ujian nasional kembali diberlakukan, maka perlu dilakukan pencegahan agar tidak terjadi kecurangan pada saat pelaksanaan UN. Menurutnya, salah satu manfaat dari adanya ujian nasional adalah dapat memotivasi siswa untuk lebih semangat dalam belajar.
“Memang anak-anak juga mungkin perlu didorong agar lebih semangat belajar. Jadi sepertinya kalau tidak ada ujian, semangatnya tidak akan ada,” ujarnya.
Sementara itu, di bawah kepemimpinan Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, penghapusan PBB bertujuan untuk menciptakan sistem penilaian yang lebih komprehensif dan relevan dengan tantangan pendidikan saat ini, serta mengurangi tekanan psikologis yang ditimbulkannya. siswa merasa wajib mengikuti ujian nasional.
Sebagai gantinya, pemerintah memperkenalkan Asesmen Nasional (AN) yang memiliki tiga komponen utama, yaitu Asesmen Kompetensi Minimal (AKM), Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar. Asesmen Nasional fokus pada pengukuran kemampuan inti siswa, dan karakternya tidak menentukan kelulusan.
PBB di Indonesia mengalami banyak perubahan nama hingga akhirnya resmi dihapuskan dan tidak lagi digunakan dalam sistem penerbitan standar. Nah berikut cara perubahan istilah PBB dari waktu ke waktu.
Uji coba terakhir (1950–1964)
Ujian akhir merupakan bentuk awal ujian nasional yang diselenggarakan setelah peserta didik menyelesaikan suatu jenjang pendidikan tertentu sebagai syarat kelulusan yang diselenggarakan pada tingkat nasional. Soal-soal tersebut disiapkan oleh Departemen Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan. Bentuk soal yang diujikan adalah uraian atau esai, dan hasil tesnya diperiksa di pusat daerah.
Ujian Nasional (1965–1971)
Setahun kemudian, pemerintah pusat menyelenggarakan sistem ujian nasional yang dikenal dengan Ujian Negara untuk mengevaluasi prestasi belajar siswa di seluruh Indonesia sebagai syarat kelulusan nilai. Siswa yang lulus ujian negara dapat melanjutkan pendidikannya di sekolah negeri atau perguruan tinggi negeri. Mereka yang tidak lulus ujian tetap mendapat ijazah dan dapat melanjutkan pendidikan di sekolah atau perguruan tinggi swasta.
Tes Sekolah (1972–1979)
Selain itu, ujian negara diganti dengan ujian sekolah untuk mengetahui apakah siswa telah menyelesaikan kurikulum pada jenjang pendidikan tertentu. Semua bahan ujian disiapkan oleh sekolah atau kelompok sekolah.
Sedangkan pemerintah pusat hanya mengeluarkan pedoman umum penilaian, dan verifikasi hasil ujian dilakukan di tingkat sekolah. Setiap sekolah menetapkan kriteria kelulusan dengan menggunakan istilah “LULUSAN” tanpa mengenal istilah “lulus” atau “gagal”.
Periklanan
Ebta dan Ebtanas (1980–2002)
Ujian negara diubah menjadi Ebta dan Ebtanas. Awalnya Ebta digunakan untuk ujian mata pelajaran selain Pendidikan Moral Pancasila (PMP/Pendidikan Kewarganegaraan) yang diujikan hanya melalui Ebthanas. Namun seiring berjalannya waktu, Ebtanas juga mencakup mata pelajaran dasar seperti bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan matematika. Sementara itu, soal pilihan ganda diperkenalkan pada era ini.
Ujian Akhir Nasional (2003–2004)
Pada tahun 2003–2004, Ebtanas menjelma menjadi Ujian Prestasi Nasional (UAN). UAN sendiri berupaya menentukan kelulusan, memetakan mutu pendidikan di tingkat nasional dan melakukan seleksi untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Ujian Nasional (2005-2013)
Sekadar informasi, istilah Ujian Prestasi Nasional (UNA) pertama kali diperkenalkan oleh Menteri Pendidikan Muhammad Nooh menggantikan Ujian Prestasi Nasional (UAN) dan menjadi syarat wajib kelulusan. Sistem ujiannya tetap sama seperti di UAN, namun penyelenggaraan ujian nasional kini menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, mulai tingkat provinsi, kota/kabupaten, dan sekolah. Pemerintah Pusat hanya menyediakan soal dan kunci jawaban yang disiapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dengan bantuan Puspendik.
Ujian Nasional Berbasis Komputer (2014-2020)
Pada tahun 2014, Menteri Pendidikan Anies Baswedan memperkenalkan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) atau dikenal dengan Computer Based Test (CBT). UNBC menggunakan komputer sebagai alat pengujiannya, berbeda dengan sistem berbasis kertas yang selama ini digunakan.
Asesmen Nasional (2021 hingga sekarang)
Mulai tahun 2021, PBB akan dihapuskan dan digantikan dengan Asesmen Nasional. Penilaian ini tidak lagi dijadikan sebagai penentu kelulusan, melainkan untuk mengukur mutu pendidikan melalui Asesmen Kompetensi Minimal (AKM), survei karakter, dan kajian lingkungan belajar.
Saat ini, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, Menteri Pendidikan Dasar Abdul Muti berencana mengkaji ulang kebijakan pendidikan, antara lain program studi mandiri, sistem zonasi penerimaan peserta didik baru (PPDB), dan kemungkinan penerapan kembali ujian nasional. .
NI KADEK TRISNA SINTYA DEVI | DI ANTARA
Pilihan Redaksi: PSPK Bilang Bakal Ada Kegagalan Kalau UN Diulang
Share this content:
Post Comment